Kamis, 16 Mei 2013

Proposal tesis


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
     Pendidikan merupakan usaha yang terencana dan sistematis untuk mewujudkan suasana pembelajaran yang kondusif.  Melalui pendidikan diharapkan peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, sehingga dapat memiliki kompetensi yang unggul dalam kepribadian dan prestasi, demokratis, serta sadar terhadap tugas dan tanggungjawabnya sebagai warga negara Indonesia.
    Dalam pendidikan formal, guru merupakan salah satu unsur utama dalam proses pembelajaran. Guru berperan penting dalam proses pelaksanaan pembelajaran yaitu menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif sehinggan proses pembelajaran dapat terlaksana dengan efektif dan efisien.   
    Sebagai tenaga profesional, guru mempunyai tugas utama dalam mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didiknya.  Guru yang profesional akan melaksanakan proses pembelajaran yang berkualitas, serta mampu mewujudkan hasil pembelajaran yang maksimal.
     Sebagai tenaga profesional kedudukan guru bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.  Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.  Tujuan pendiidkan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.
     Agar proses pembelajaran pada satuan pendidikan dapat terselenggara secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik, maka perencanaan proses pembelajaran harus dipersiapkan dengan berpedoman pada standar proses.  Dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007, tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dijelaskan bahwa standar proses berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Standar proses meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran.
Sebagai agen pembelajaran (learning agent), guru berperan sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.  Sebagai perekayasa pembelajaran, guru harus mampu menyusun formulasi perencanaan proses pembelajaran.  Perencanaan proses pembelajaran merupakan pola rancangan kegiatan pembelajaran guna mengarahkan peserta didik agar terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.  Perencanaan pembelajaran merupakan pemikiran tentang penerapan prinsip-prinsip umum mengajar di dalam pelaksanaan tugas mengajar dalam suatu interaksi pengajaran tertentu yang khusus, baik yang berlangsung di dalam kelas ataupun di luar kelas, Zainal (2012:33).
Perencanaan proses pembelajaran mencakup dua hal, yaitu silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran.  Perencanaan proses pembelajaran yang disusun guru bukan hanya berfungsi sebagai acuan pelaksanaan proses pembelajaran agar proses pembelajaran dapat terselenggara secara efektif dan efisien, namun berfungsi juga sebagai pedoman arah untuk mencapai standar kelulusan. 
Perubahan dan kemajuan bidang teknologi, informasi dan komunikasi diyakini berdampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan.  Kemajuan bidang teknologi, informasi dan komunikasi,  juga sangat dirasakan manfaatnya bagi guru dalam melaksanakan tugas mulianya.  Tugas guru dalam memformulasikan perencanaan proses pembelajaran akan lebih mudah dan cepat diselesaikan.  Kemudahan tersebut dapat diperoleh dengan cara mengakses internet, sehingga dalam hitungan sesaat akan diperoleh perangkat perencanaan proses pembelajaran yang diinginkan.   
Fenomena diatas menunjukkan bahwa perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi sangat membantu guru dalam melaksanakan tugasnya.  Namun perangkat perencanaan proses pembelajaran yang diperoleh tersebut tentunya tidak dengan serta merta dapat diaplikasikan ke dalam pelaksanaan proses pembelajaran di satuan pendidikannya, karena perencanaan proses pembelajaran harus memperhatikan prinsip relevansi, kontekstual, karakteristik peserta didik, ketersediaan sarana dan prasarana, serta kebutuhan satuan pedidikan masing-masing.
Selanjutnya perencanaan proses pembelajaran yang terdiri dari silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran harus memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.  Karena perencanaan proses pembelajaran  merupakan acuan pelaksanaan proses pembelajaran, maka formulasinya  harus memperhatikan jumlah maksimal peserta didik per kelas, rasio maksimal buku teks pelajaran setiap peserta didik, dan rasio maksimal jumlah peserta didik setiap pendidik, sehingga pelaksanaan proses pembelajaran dapat terselenggara secara efektif dan efisien.
Jika perencanaan proses pembelajaran tidak sesuai dengan standar proses sebagaimana yang dimaksud dalam lampiran Permendiknas nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dikhawatirkan pelaksanaan proses pembelajaran tidak akan terselenggara secara efektif dan efisien.                 
     Mengingat pentingnya fungsi perencanaan proses pembelajaran dalam pelaksanaan proses pembelajaran baik di kelas maupun luar kelas serta fenomena sebagaimana uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berkaitan dengan implementasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah terhadap Perencanaan Proses Pembelajaran di SMP Negeri 43 Palembang.

1.2  Identifikasi Masalah
            Dalam melaksanakan tugas profesinya, guru  harus memiliki kompetensi mengelola proses pembelajaran peserta didik.  Guru harus memiliki pemahaman teori dan konsep kependidikan, pemahaman tentang peserta didik, pengembangan kurikulum, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar, perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, serta pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang mereka miliki.  
            Guru profesional harus memiliki kompetensi kepribadian, sosial, profesional dan pedagogik.  Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik yang diantaranya adalah kemampuan dalam pengembangan kurikulum atau silabus dan perancangan pembelajaran.  Dari keempat kompetensi yang harus dimiliki guru tersebut, yang menarik perhatian peneliti adalah kompetensi pedagogik yang berkaitan dengan perencanaan proses pembelajaran. Perencanaan proses pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran.

1.3  Rumusan masalah
     Berdasarkan identifikasi masalah sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, maka peneliti merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :
1). Bagaimanakah Implementasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah terhadap Perencanaan Proses Pembelajaran di SMP Negeri 43 Palembang ?
2).  Faktor apa sajakah yang mempengaruhi Implementasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah terhadap Perencanaan Proses Pembelajaran di SMP Negeri 43 Palembang !

1.4  Pembatasan Masalah
            Dalam lampiran Permendiknas Nomor 41 tahun 2007, dijelaskan bahwa standar proses meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.
Dari sekian banyak standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah menurut Permendiknas  Nomor 41 tahun 2007 tersebut, maka peneliti hanya akan membatasi kajian penelitian yang berkaitan dengan perencanaan proses pembelajaran yang terdiri dari silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran.  

1.5  Maksud dan Tujuan Penelitian
1.5.1 Maksud
     Penelitian tentang Implementasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007, tentang Standar Proses untuk Satuan Penidikan Dasar dan Menengah terhadap Perencanaan Proses Pembelajaran di SMP Negeri 43 palembang ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh informasi tentang implementasi kebijakan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 di SMP Negeri 43 Palembang.
1.5.2 Tujuan
     Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah perencanaan proses pembelajaran yang disusun guru SMP Negeri 43 Palembang telah sesuai dengan Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah sebagaimanan yang dimaksud dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007.

1.6  Kegunaan Penelitian
      Adapun hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
a.         Guru SMP Negeri 43 Palembang untuk menambah wawasan tentang standar proses menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
b.        Guru SMP Negeri 43 Palembang sebagai acuan memformulasi perencanaan proses pembelajaran yang sesuai dengan standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.
c.         Kepala SMP Negeri 43 Palembang sebagai acuan dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan langkah-langkah guna mengimplementasikan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah terhadap penerapan standar proses pembelajaran di SMP Negeri 43 Palembang.
d.        Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Palembang sebagai bahan untuk membuat kebijakan agar implementasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007, tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah di lingkungan wilayah kerjanya sesuai dengan yang dimaksudkan dalam Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tersebut.


BABA II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN

2.1  Kajian Pustaka    
     Kajian pustaka dalam penelitian yang berjudul Implementasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidkan Dasar dan Menengah terhadap Rencana Proses Pembelajaran di SMP Negeri 43 Palembang meliputi :
       2.1.1 Implementasi Kebijakan Publik     
                      Suatu kebijakan atau program-program yang dirancang oleh pembuat kebijakan (desicion making) tidak dengan sendirinya dapat diimplementasikan oleh implementator di lapangan.  Akibatnya capaiannya jauh dari apa yang diharapkan.  Kondisi ideal sebagaimana yang tertuang dalam bentuk kebijakan atau peraturan kadang terhambat bahkan tidak dapat diimplemetasikan ketika berhadapan dengan realita sesungguhnya di lapangan.  Kegagalan implementasi berbagai kebijakan sangat merugikan berbagai pihak bukan hanya pemerintah, namun juga masyarakat yang menjadi target sasaran suatu kebijakan.        
                      Implementasi merupakan bagian penting dari serangkaian proses kebijakan, karena suatu kebijakan tidak akan banyak berarti manakala kebijakan tersebut tidak diimplementasikan.  Hal ini sesuai dengan pendapat Udoji:” The execution of policies is asa important if not more important than policy making.  Policies will remains dreams or blue prints file jackets unless they are implemented”.  Dalam bahasa lain:    “pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. 
Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan“. (Wahab, 1997:59).
     Berkenaan dengan konsep implementasi, berikut akan disampaikan uraian singkat tentang konsep implementasi.  Ilmuwan yang pertama kali mengembangkan studi tentang kebijakan publik adalah Harold Laswell.  Ia mengemukakan bahwa untuk dapat memperoleh pemahaman yang baik tentang yang ia sebut pendekatan proses (policy process approach), maka kebijakan publik harus diurai menjadi beberapa bagian sebagai tahapan-tahapan, yaitu agenda-setting, formulasi, legitimasi, implementasi, evaluasi, reformulasi, dan terminasi, Erwan et al (2012:17).  Dari uraian diatas nampak bahwa implementasi merupakan salah satu tahap dari rangkaian tahapan dalam proses lahirnya kebijakan publik.    
                      Jeffrey Pressman dan Aaron Wildavsky pelopor studi implementasi (Erwan,2012:20), memaknai implementasi dengan beberapa kata kunci sebagai berikut: untuk menjalankan kebijakan (to carry out), untuk memenuhi janji-janji sebagaimana dinyatakan dalam dokumen kebijakan (to fulfill), untuk menghasilkan output sebagaimana dinyatakan dalam tujuan kebijakan (to produce) untuk menyelesaikan misi yang harus diwujudkan dalam tujuan kebijakan (to complete). Selanjutnya Van Meter dan Horn, mendefinisikan implementasi lebih spesifik, yaitu: “Policy implementation encompasses those actions by public or private individuals (or group) that are directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decisions”.
                      Erwan et al (2012:22) implementasi dimaknai sebagai pengelolaan hukum (karena kebijakan telah disyahkan dalam bentuk hukum) dengan mengerahkan semua sumberdaya yang ada agar kebijakan tersebut mampu mencapai atau mewujudkan tujuannya.               
     Implementasi menurut kamus Webster dalam Solihin (2005:64), merumuskan secara pendek bahwa to implement (mengimplementasikan) berarti    to provide the means for carrying out; (menyediakan sarana untuk melakukan sesuatu); to give practical effect to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu).  Kalau pandangan diatas diikuti, maka implementasi kebijaksanaan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijaksanaan (Solihin,2005:64). 
     Dalam kaitannya dengan konsep implementasi. Wahab (1997:64) menyatakan bahwa: “ Implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan (biasanya dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, pemerintah eksekutif atau dekrit presiden)
     Seiring dengan perkembangan studi tentang implementasi, maka studi implementasi telah melahirkan publikasi yang berusaha untuk memahami fenomena implementasi, baik yang bersifat deskripstif maupun model-model kausalitas hubungan sebab akibat antara kinerja implementasi dan varian yang memengaruhinya. 
Sejauh ini telah lahir tiga generasi yang memiliki karakteristik serta capaiannya.  Generasi I tahun 1970-1975 (generasi studi kasus).  Generasi I ini menggunakan pendekatan studi implementasinya terbatas pada studi kasus, yaitu melakukan investigasi terhadap implementasi suatu kebijakan secara mendalam yang dilaksanakan pada suatu lokasi tertentu dengan tujuan untuk mengetahui mengapa implementasi tersebut gagal dilaksanakan. 
Dari serangkaian studi kasus yang dilakukan generasi I muncul konsep missing link.  Missing link merupakan suatu konsep yang digunakan untuk menunjukkan bahwa pemerintah tidak mampu merancang sekaligus mengimplementasikan kebijakannya dengan baik.  Dengan kata lain pemerintah tidak mampu mewujudkan niat baik mereka (kebijakan) untuk mencapai tujuan kebijakan yang telah dirumuskan.     
Generasi II tahun 1975-1980 dengan Building Model, dengan bahan kajian kinerja dari generasi I, generasi II membangun teori serta model implementasi untuk diuji di lapangan.  Generasi II cenderung menggunakan model penelitian yang bersifat positivistik dengan dukungan data-data kuantitatif.  Generasi II ini menjelaskan permasalahan implementasi menjadi dua kelompok pendekatan, yaitu pendekatan top-down dan botton-up. 
     Dalam pendekatan top-down, menurut Sebatier, dalam Erwan (2012:37), “pendekatan top-down dilakukan oleh para peneliti dengan langkah sebagai berikut: ”They started with policy decision (usually statue) and examined the extent to which its legally-mandated objectives were achieved over time and why”.  Cara kerja mereka dimulai dengan memahami kebijakan dan melihat efektifitas pencapaian tujuan kebijakan tersebut di lapangan.
     Fokus perhatian mereka tertuju pada kebijakan dan berusaha untuk memperoleh fakta-fakta apakah kebijakan tersebut ketika diimplementasikan dapat terlaksana dan mampu mencapai tujuannya atau tidak (efektifitas implementasi kebijakan).
     Menurut Erwan (2012:38-39), secara garis besar, tahapan-tahapan kerja para Generasi II yang menggunakan pendekatan  top-down biasanya adalah sebagai berikut:
a.    Memiliki kebijakan yang akan dikaji;
b.    Mempelajari dokumen kebijakan yang ada untukdapat mengindentifikasi tujuan dan sasaran kebijakan yang secara formal tercandum dalam dokumen kebijakan;
c.    Mengidentifikasi bentuk-bentuk keluaran kebijakan yang digunakan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran kebijakan;
d.    Mengidentifikasi apakah keluaran kebijakan telah diterima oleh kelompok sasaran dengan baik (sesuai dengan Standard Operating Procedure yang ada);
e.    Mengidentifikasi apakah keluaran kebijakan tersebut memiliki manfaat bagi kelompok sasaran;
f.     Mengidentifikasi apakah muncul dampak setelah kelompok sasaran memanfaatkan keluaran kebijakan yang mereka terima.
Analisis kemudian diarahkan untuk mengetahui apakah dampak yang muncul tersebut berimplikasi terhadap terwujudnya tujuan kebijakan sebagaimana ditetapkan dalam dokumen kebijakan.
                      Para ahli yang dapat digolongkan pada Generasi II ini diantaranya adalah Nakamura, Edward III dan Grindle.
                      Kritik terhadap Generasi II yang menggunakan pendekatan top-down diantaranya adalah realita implementasi kebijakan bisa jadi lebih kompleks dan tidak hanya berkepentingan dengan isu efektifitas atau efisiensi implementasi suatu kebijakan saja.  Kririk tersebut melahirkan pendekatan bottom-up yang dipelopori oleh Elmore (1978-1979, Lipsky (1971, Berman (1978, dan Hjern, Hanf serta Porter (1979), Erwan (2012:43).  Para pengikut pendekatan bottom-up ini menekankan pada pentingnya memperhatikan dua aspek penting implementasi suatu kebijakan, yaitu birokrat pada level bawah (street level bureaucrat)  dan kelompok sasaran kebijakan (target group).  Mazhab ini meyakini bahwa implementasi akan berhasil apabila kelompok sasaran dilibatkan sejak awal dalam proses perencanaan kebijakan maupun implementasinya.  Adapun langkah-langkah pendekatan bottom-up adalah:
a.    Memetakan stakeholder (aktor dan organisasi) yang terlibat dalam implementasi kebijakan pada level terbawah;
b.    Mencari informasi dari para aktor tersebut tentang pemahaman mereka terhadap kebijakan yang mereka implementasikan dan apa kepentingan mereka terlibat dalam implementasi;
c.    Memetakan keterkaitan (jaringan) para aktor pada level terbawah tersebut dengan aktor-aktor pada level di atasnya;
d.    Peneliti bergerak ke atas dengan memetakan aktor pada level yang lebih tinggi dengan mencari informasi yang sama;
e.    Pemetaan dilakukan terus sampai pada level tertinggi (para policy maker).    
Tujuan penelitian dengan pendekatan bottom-up ini adalah untuk mengetahui jaringan implementasi yang melibatkan para aktor dari berbagai level tersebut dan memetakan motif ekonomi-politik para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan.        
Capaian yang dilakukan oleh Generasi II memberikan arah yang jelas tentang studi implementasi.  Generap II yang menggunakan pendekatan bottom-up mendapat dukungan dari Generasi III utamanya dari sisi cara melakukan penelitian. Generasi III sepakat untuk melanjutkan dukungan yang dirintis generasi II dengan mengembangkan studi implementasi ke arah yang lebih scientific, Erwan (2012:49). 
Generasi III menganjurkan penggunaan prosedur ilmiah yang lebih baku.  Menurut Goggin et al (Erwan,2012:49) mengatakan bahwa agar penelitian implementasi makin diakui kualitas kadar keilmiahannya maka peneliti perlu: i) memperjelas konsep-konsep yang digunakan, terutama konsep implementasi itu sendir.  Tidak seperti para peneliti Generasi II yang cenderung mendefinisikan fenomena implementasi sebagai kegagalan atau keberhasilan mencapai tujuan-tujuan kebijakan, para peneliti Generasi III memposisikan implementasi sebagai proses yang bersifat dinamis yang akan terus berjalan selama berlakunya suatu kebijakan; ii) memperbanyak kasus yang akan distudi sehingga memberi ruang yang lebih baik untuk menjelaskan hubungan kausal guna menjelaskan fenomena implementasi; iii) membangun model dan indikator yang akan dipakai untuk menguji hipotesis; iv) berani melakukan perbaikan terhadap persoalan penggunaan konsep dan pengukuran yang dihadapi oleh para peneliti generasi sebelumnya.      
Gagasan Goggin et al tersebut menunjukkan bahwa para peneliti Generasi III mendorong penelitian implementasi untuk mengadopsi penelitian positivistik (kuantitatif) dengan makin meningkatkan kualitas indikator uantuk melakukan pengukuran, baik terhadap variabel dependent (kinerja implementasi) maupun variabel prediktor (faktor-faktor yang menjelaskan kinerja implementasi), Erwan (2012:50).   
Persoalan implementasi suatu kebijakan ternyata tidak semudah yang dibayangkan.  Implementasi merupakan suatu kegiatan yang sangat kompleks bukan karena implementasi kebijakan harus melibatkan banyak aktor dengan kepentingan masing-masing, namun tingkat kompleksitas akan semakin bertambah manakala implementasi kebijakan tidak dirumuskan secara jelas sebagai akibat adanya kepentingan-kepentingan politik tertentu yang melahirkan perumusan kebijakan tertentu.  Kenyataan yang ada, gagasan yang indah dan ideal ternyata tidak selalu mudah untuk direalisasikan di lapangan.  Schneiders (Erwan,2012:13) menggambarkan hal tersebut secara gamblang melalui pernyataannya:
“The greatest difficulty in devising better social program is not determining what are reasonable policies on paper, but finding the means for coverting these policies into viable field operations that correspond reasonably well to originall intensions”.

                        Pendapat para ahli kebijakan sebagaimana yang dipaparkan diatas dipengaruhi oleh paradigma (dikhotomi) antara politik dan administrasi yang diwariskan oleh para ahli ilmu adminiatrasi publik.  Dalam paradigma ini kegiatan politik berkaitan dengan aktifitas untuk merumuskan kebijakan (policy making), prinsip yang mereka pegang adalah when politic ends administrative begins (pekerjaan administrasi baru akan dimulai ketika para politisi telah menyelesaikan tugasnya).
                      Schneider, (Erwan,2012:19), menyebutkan lima faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yaitu: kelangsungan hidup (variability), integritas teori (theoretical integrity),  cakupan (scope), kapasitas (capacity), konsekuensi yang tidak diinginkan (unintented consequences).  Selanjutnya menurut Erwan, Sabatier menyebutkan enam variabel utama yang dianggap memberi kontribusi keberhasilan atau kegagalan implementasi.  Keenam variabel tersebut adalah:
a.    Tujuan atau sasaran kebijakan yang jelas dan konsisten;
b.    Dukungan teori yang kuat dalam merumuskan kebijakan;
c.    Proses implementasi memiliki dasar hukum yang jelas sehingga menjamin terjadi kepatuhan para petugas  di lapangan dan kelompok sasaran;
d.    Komitmen dan keahlian para pelaksana kebijakan;
e.    Dukungan para stakeholder;
f.     Stabilitas kondisi sosial, ekonomi dan politik.                

     2.1.2  Kebijakan Publik
            Penggunaan kata kebijakan atau kebijaksanaan seringkali kita dengar dalam forum pertemuan formal.  Peneliti tidak membedakan makna antara kata kebijakan dengan kebijaksanaan.  Konsep kebijakan atau kebijaksanaan (policy) berbeda dengan konsep keputusan (decision) yang mengandung arti sebuah pilihan diantara beberapa pilihan atau alternatif yang ada. 
     Menurut Abidin, (Syafaruddin,2008:75), menjelaskan kebijakan adalah keputusan pemerintah yang bersifat umum dan berlaku untuk seluruh anggota masyarakat.  Menurut Carl Friedrich (Solihin,2005:3) kebijaksanaan ialah:
suatu tindakan yang mengarahkan pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.
               
                      Menurut PBB (Solihin,2005:2): kebijaksanaan itu diartikan sebagai pedoman untuk bertindak, kebijakan mungkin berupa suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktifitas-aktifitas tertentu atau suatu rencana. 
     Selanjutnya kata (public) mencakup tiga arti, yaitu pemerintah, masyarakat, dan umum.  Sehubungan dengan itu menurut Syafaruddin (2008:76) kebijakan publik adalah kebijakan pemerintah yang dengan kewenangannya dapat memaksa masyarakat untuk mematuhinya
Menurut Thomas Dey (Edwar,2009:17) kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan (whathever government choose to do or not to do).     
     Dengan demikian kebijakan dari pemerintah dianggap kebijakan resmi dan mempunyai kewenangan yang dapat memaksa masyarakat untuk mematuhinya.  Kebijakan publik yang dihasilkan pemerintah dapat merupakan kebijakan umum, kebijakan teknis dan kebijakan operasional.               
     Kebijakan publik dilihat dari perspektif instrumen, merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu.  Menurut Erwan (2012:64) secara umum kebijakan publik adalah alat untuk: i) Mewujudkan nilai-nilai yang diidealkan masyarakata seperti keadilan, persamaan, dan keterbukaan; ii) Memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat: masalah kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, dan pelayanan publik yang buruk; iii) Memanfaatkan peluang baru bagi kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat seperti mendorong investasi, inovasi pelayanan, dan peningkatan ekspor; iv) Melindungi masyarakat dari praktik swasta yang merugikan misalnya pembuatan undang-undang perlindungan konsumen, ijin trayek, ijin gangguan.
     Dari pendapat para ahli diatas, peneliti menarik simpulan bahwa implementasi kebijakan adalah suatu proses melaksanaan suatu keputusan kebijakan.

     2.1.3   Pendekatan dan Model Kebijakan
                      Terdapat tiga pendekatan yang sering digunakan oleh para manajer dalam praktek organisasi, sebagaimana dikemukakan oleh Linblom, (Syafaruddin,2008:78-79), yaitu:
1)    Pendekatan analisis, yaitu suatu proses membuat kebijakan yang didasarkan kepada pengambilan keputusan tentang masalah dan beberapa pilihan kebijakan alternatif atas dasar hasil analisis
2)    Pendekatan politik, yaitu pembuatan kebijakan atas dasar pengambilan keputusan tentang pilihan kebijakan dengan pengaruh kekuasaan, tekanan dan kendali pihak lain.
3)    Pendekatan analisis dan politik, yaitu pendekatan ini digunakan untuk mengatasi kelemahan yang ada pada pendekatan analisis dan pendekatan politik.    
Selanjutnya model adalah suatu bentuk kebijakan yang diambil atas beberapa pertimbangan, baik dari pertimbangan, tujuan, strategi maupun keperluan lingkungan eksternal.  Berkaitan dengan model Dror dan Islamy (Syafaruddin,2008:80), menyatakan terdapat tujuh model kebijakan, yaitu:
1)    Model rasional murni, yaitu model yang mengembangkan kebijakan secara rasional.
2)    Model ekonomi, yaitu model yang mengembangkan kebijakan berdasarkan pertimbangan faktor ekonomi.
3)    Model keputusan berurutan, yaitu kebijakan yang mendasari pengambilan keputusan atas dasar beberapa kebijakan alternatif yang diperoleh dari eksperimen.
4)    Model inkremental, yaitu model yang menggunakan pendekatan  pengambilan kebijakan atas dasar perubahan sedikit demi sedikit.
5)    Model memuaskan, yaitu model yang mendasarkan keputusan atas dasar kebijakan alternatif yang paling memuaskan tanpa menilai kritis alternatif lain.
6)    Model esktrarasional, yaitu model yang mendasarkan pengambilan kebijakan atas dasar dan pertimbangan sangat rasional.
7)    Model optimal, yaitu model yang mendasarkan pengambilan keputusan atas dasar gabungan berbagai metode secara terpadu untuk menghasilkan kebijakan yang optimal dan dapat diterima oleh semua pihak.
     
     2.1.4   Standar Proses
                      Di dalam lampiran Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 dijelaskan bahwa dalam rangka pembaharuan sistem pendidikan nasional telah ditetapkan visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional.  Visi pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
                      Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan salah satu standar yang harus dikembangkan adalah standar proses.  Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tersebut dijelaskan bahwa standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan.  Standar proses berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Standar proses ini berlaku untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah pada jalur formal, baik pada sitem paket maupun pada sistem kredit semester.
     Standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah menurut Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.   

2.1.4.1 Perencanaan Proses Pembelajaran
                 “If you fail to plan you plan to fail ”.  Ungkapan tersebut menggambarkan bahwa perencanaan mempunyai fungsi yang sangat penting.  Kesuksesan bukan hal yang bergulir dengan sendirinya (given) namun merupakan buah dari kesungguhan usaha dan perencanaan yang matang.  Perencanaan mempunyai arti yang sangat penting sebagai acuan proses untuk mengarahkan atau menentukan tindakan dimasa depan. 
     Berkaitan dengan perencanaan pembelajaran, Zainal (2012:33) menyatakan bahwa perencanaan pembelajaran dapat diartikan antara lain:
1.      Pemikiran tentang penerapan prinsip-prinsip umum mengajar di dalam pelaksanaan tugas mengajar dalam suatu interaksi pengajaran tertentu ysng khusus, baik yang berlangsung di dalam kelas ataupun di luar kelas.
2.      Pola rancangan kegiatan untuk membimbing  keterlibatan siswa dalam aktifitas belajar.
3.      Proses menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta, amalinasi, dan asumsi untuk masa yang akan datang dengan tujuan memvisualisasi dan memformulasi hasil yang diinginkan dalam pembelajaran.
4.      Suatu cara untuk mengantisipasi dan menyeimbangkan perubahan.
5.      Proses penetapan tujuan pembelajaran, penyusunan bahan ajar dan sumber belajar, pemilihan media pembelajaran, pemilihan pendekatan dan strategi pembelajaran, pengaturan lingkungan belajar, perancangan sistem penilaian hasil belajar serta perancangan prosedur pembelajaran.

     Menurut Syafaruddin (2008:110), terdapat beberapa alasan pentingnya suatu perencanaan, yaitu:
1)      Perencanaan adalah berhubungan dengan kinerja atau keberhasilan organisasi dan efektifitas sekolah bergantung atas keberhasilan perencanaan tersebut.
2)      Fokus perhatian perencanaan adalah terhadap sasaran rencana berkelanjutan memperkuat pentingnya sasaran.  Perencanaan membantu untuk menjamin bahwa keputusan memberikan sumbangan kepada prestasi personel dan bahwa administrator tidak menjadi terlalu terlibat dalam hal keputusan dan aktifitas yang kurang penting dan kurang relevan.
3)      Perencanaan membantu mancatat yang tidak pasti dan mengantisipasi masalah dengan mengembangkan rencana bagi keadaan masa depan; para pemimpin dan manajer mempersiapkan lebih baik dan proaktif, menyediakan staf dengan pengalaman lebih baik.
4)      Perencanaan memberikan panduan bagi pengambilan keutusan sebagai rencana khusus, maka tindakan ini memerlukan tindakan penataan tujuan, memberikan pelayanan sebagai dasar keputusan aktifitas masa depan.
5)      Perencanaan adalah penting untuk mempermudah pemantauan dan pengendalian-konsep rencana dapat membantu para pemimpin dan manajer menentukan apakah keputusan diimplementasikan lebih baik dan apakah sasaran organisasi tercapai.    

2.1.4.2 Kriteria Penyusunan Perencanaan Pembelajaran
                 Perencanaan proses pembelajaran merupakan bagian integral dari tugas mulia profesional guru.  Perencanaan proses pembelajaran memiliki fungsi sebagai acuan operasional proses pembelajaran. Menurut Zainal (2012:39) kriteria penyusunan perencanaan proses pembelajaran meliputi:
1.    Signifikansi
Signifikansi dapat diartikan kebermaknaan.  Artinya perencanaan pembelajaran hendaknya bermakna dan
berfungsi sebagai pedoman agar proses pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien.  Dalam pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun sebelumnya.

2.    Relevan
Secara behasa, relevan berarti sesuai, dalam arti bahwa perencanaan pembelajaran yang disusun harus sesuai secara internal maupun eksternal. 
Secara internal artinya harus sesuai dengan kurikulum yang berlaku.  Hal itu dapat dimaklumi karena kurikulum adalah sumber utama pengembangan perencanaan pembelajaran.  Dalam kurikulum telah ditentukan kompetensi dan tujuan yang harus dicapai, materi pelajaran yang akan diberikan.  Sedangkan kesesuaian secara eksternal mengandung makna bahwa perencanaan pembelajaran harus sesuai dengan kebutuhan peserta didik.  Hal ini karena penyusunan perencanaan pembelajaran pada hakekatnya adalah membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran.  Oleh karenanya, hal-hal seperti bakat, minat, kemampuan, dan perhatian menjadi pertimbangan utama dalam menyusun perencanaan pembelajaran.

3.    Kepastian
Dalam mencapai tujuan pembelajaran, mungkin guru memiliki banyak alternatif yang dapat digunakan.  Namun, dari sekian alternatif itu, pendidik harus menemukan mana dari sekian alternatif itu yang akan dilaksanakan. Artinya, dengan menyusun perencanaan pembelajaran, maka pendidik memiliki pedoman  yang lebih ‘pasti’.

4.    Adaptabilitas
Adaptabilitas artinya bersifat lentur, tidak kaku.  Meskipun seorang pendidik sebelumnya telah menyusun perencanaan pembelajaran sedemikian rupa, namun pelaksanaannya tidak boleh terlalu kaku, tetapi harus memerhatikan perkembangan situasi dan kondisi.

5.    Kesederhanaan
Secara ideal, perencanaan pembelajaran yang disusun oleh pendidik bukan sesuatu yang turun dari langit dan sangat bersifat idealis.  Tetapi, perencanaan pembelajaran disusun berdasarkan data di lapangan dengan mempertimbangkan kondisi dan situasi perkembangan peserta didik.  Hal ini dimaksudkan agar dapat diimplementasikan dengan mudah dan dapat berfungsi sebagai pedoman untuk mendidik   dalam mengelola pembelajaran dan sekaligus berguna bagi peserta didik dalam belajar.

6.    Prediksi
Selain berdasarkan data, perencanaan pembelajaran dapat disusun agar memiliki daya ramal (forcasting) yang kuat. 
Artinya perencanaan pembelajaran dapat memprediksi apa yang akan terjadi nanti setelah berlangsungnya proses pembelajaran.  Ramalan ke depan ini berdampak positif pada masa yang akan datang.  Dengan kata lain, ada gambaran perbedaan antara sebelum dan sesudah peserta didik melakukan kegiatan belajar.  Dan dapat mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi.

Flowchart: Process: Pengidentifikasian            
2.1.4.3   Model Desain Pembelajaran
                   Menurut Seels & Richey (Zainal, 2012:60) desain sistem pembelajaran atau disebut desain pembelajaran adalah suatu prosedur yang terdiri dari langkah-langkah menganalisis, merancang, mengembangakan, menerapkan dan menilai hasil belajar. Sedangkan Tweker,mengartikan desain pembelajaran sebagai cara yang sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangkan dan mengevaluasi seperangkat materi dan strategi pembelajaran yang diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran.  Berkaitan dengan komponen dan sistem pembelajaran, berikut disajikan model desain pembelajaran yang dapat dijadikan acuan (Zainal,2013:64-71).
2.1.4.3.1  Desain Pembelajaran Model 4-D
          Desain pembelajaran model ini dikembangkan oleh S       Thagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I.  Semmel.  Model 4-D terdiri dari empat tahap utama yaitu (1) Define (Pengembangan), (2) Design (Perancangan), (3) Develop (Pengembangan), (4) Disseminate (Penyebaran).  Menurut Zainal (2012:69) pengembangan mencakup  analisis awal akhir mengeni siswa, tugas akhir, konsep akhir dan spesifikasi tujuan.  Perancangan mencakup penyusunan tes, pemilihan media, pemilihan format pembelajaran dan perancangan awal.  Pengembangan mencakup validasi ahli, uji pengembangan, uji validasi, dan pengemasan.  Sedangkan penyebaran mencakup penyebaran dan pengadopsian.  Desain pembelajaran 4-D terlihat pada bagan berikut:













Secara garis besar keempat tahapan utama desain        pembelajaran dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.    Tahap Pendefinisian (Define)
Tujuan tahap pertama ini adalah menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran yang diawali dengan analisis tujuan dari batasan materi yang dikembangkan perangkatnya.  Tahap ini meliputi lima langkah pokok, yaitu (1) Analisis ujung depan, (2) Analisis siswa, (3) Analisis tugas, (4) Analisis konsep, dan (5) Perumusan tujuan pembelajaran.
2.    Tahap Perencanaan (Design)
Tujuan tahap ini adalah menyiapkan prototipe perangkat pembelajaran.  Tahap ini terdiri dari empat langkah yaitu, (1) Penyusunan tes acuan patokan sebagai langkah awal yang menghubungkan antara tahap define dan tahap design.  Tes disusun berdasarkan hasil perumusan tujuan pembelajaran khusus (komponen dasar dalam kurikulum KTSP).  Tes ini merupakan suatu alat mengukur terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa setelah kegiatan pembelajaran, (2) Pemilihan media yang sesuai tujuan untuk menyampaikan tujuan pembelajaran, (3) Pemilihan format.  Di dalam pemilihan format ini, misalnya, dapat dilakukan dengan mengkaji format-format perangkat yang sudah ada dan yang dikembangkan di negara-negara yang lebih maju.
  
3.    Tahap Pengembangan (Develop)
Tujuan tahap ini adalah untuk menghasilkan perangkat pembelajaran yang sudah direvisi berdasarkan masukan dari pakar.  Tahap ini meliputi: (1) validasi perangkat oleh para pakar diikuti dengan revisi, (2) simulasi yaitu kegiatan mengoperasionalkan rencana pengajaran, dan (3) uji coba terbatas dengan siswa yang sesungguhnya.  Hasil tahap (2) dan (3) digunakan sebagai dasar revisi.  Langkah berikutnya adalah uji coba lebih lanjut dengan siswa yang sesuai dengan kelas sesungguhnya.
4.    Tahap Penyebaran (Disseminate)
Tahap ini merupakan tahap penggunaan perangkat yang telah dikembangkan pada skala yang lebih luas, misalnya  di kelas lain, di sekolah lain, oleh guru yang lain.  Tujuan lain adalah untuk menguji efektifitas penggunaan perangkat di dalam kegiatan pembelajaran.

2.1.4.3.2  Desain Pembelajaran Model PPSI
            Model yang lain adalah model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional).  Secara garis besar, model PPSI mengikuti pola dan siklus pengembangan yang mencakup: a) perumusan tujuan, b) pengembangan alat evaluasi, c) kegiatan belajar, d) pengembangan program kegiatan, e) pelaksanaan pengembangan.  Perumusan tujuan menjadi dasar bagi penentuan alat evaluasi pembelajaran dan rumusan kegiatan belajar.  Rumusan kegiatan belajar lebih lanjut menjadi dasar pengembangan program kegiatan, yang selanjutnya adalah pelaksanaan pengembangan.  Hasil pelaksanaan tentunya dievaluasi, dan selanjutnya hasil evaluasi digunakan untuk merevisi pengembangan program kegiatan, rumusan kegiatan belajar, dan alat evaluasi.
            Secara skematis desain pembelajaran model PPSI dapat dilihat pada bagan berikut:   
           
I    Perumusan Tujuan
1.  Bersifat operasional
2.  Berbentuk hasil belajar
3.  Berbentuk tingkah laku
4.  Hanya ada satu tingkah   laku

II  Kegiatan Belajar
1.  Merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan
2.  Menetapkan kegiatan yang perlu atau tidak perlu ditempuh
                                                                          

                                                                                                                   
                                                                                                                    
III   Pengembangan Alat Evaluasi
1.  Menentukan jenis tes yang akan digunakan menilai ketercapaian tujuan
2.  Menyusun item soal untuk menilai setiap  tujuan



IV  Pengembangan   Program Kegiatan
1.  Merumuskan materi pelajaran
2.  Menetapkan metode yang digunakan
3.  Memilih alat dan sumber belajar yang pakai
4.  Menyusun jadual
                                                                                                                

                                                                                                                       
V  Pelaksanaan
1.  Pengadaan pretes
2.  Menyampaikan materi pelajaran
3.  Mengadakan pretes
4.  Perbaikan
                                                                                                                  

  --       

2.1.4.3.3  Desain Pembelajaran Model Kemp
                     Aspek-aspek pembelajaran yang perlu dipikirkan dan dirancang menurut Kemp meliputi:
a.    Tujuan umum dan topik umum atau pokok bahasan (general purpose, goals and topics).
b.    Karakteristik peserta didik (learner characteristic).
c.    Tujuan spesifik pembelajaran (learning objectives).
d.    Isi pelajaran (subject contens).
e.    Penilaian awal / prestes (pre assesment).
f.     Bentuk kegiatan pembelajaran dan sumber belajar (learning activities and resources).
g.    Sarana pendukung (support service).
h.    Evaluasi (evaluation).
i.      Revisi.
Adapun langkah-langkah menyusun sistem pembelajaran model Kemp secara skematis dapat dilihat pada bagan berikut:


........

Menurut Jarold Kemp, proses desain pembelajaran merupakan suatu lingkaran kontinum.  Tiap-tiap lengkah pengembangan berhubungan langsung dengan aktifitas revisi.  Pengembangan perangkat ini dimulai dari titik manapun sesuai di dalam siklus tersebut.  Pengembangan perangkat model Kemp memberi kesempatan kepada para pengembang untuk dapat memulai dari komponen manapun.

2.1.4.3.4  Desain Pembelajaran Model Dick & Carey
                        Dick & Carey menawarkan suatu model pengembangan yang mirip dengan model Kemp, tetapi ditambah dengan komponen melaksanakan analisis pembelajaran, dan terdapat beberapa komponen yang dilewati di dalam proses pengembangan dan perencanaan tersebut.  Komponen-komponen dan urutan perencanaan dan pengembangan tersebut adalah sebagai berikut:
a.    Identifikasi Tujuan ( Identifying Instuctional Goals).
Tahap awal model Dick & Carey ini adalah menentukan apa yang diinginkan untuk dapat dilakukan peserta didik setelah proses pembelajaran berlangsung.  Rumusan tujuan pembelajaran mungkin mengacu pada kurikulum tertentu atau dari daftar tujuan sebagai hasil neet aseisment, atau dari pengalaman praktik dengan kesulitan belajar peserta didik di dalam kelas.
b.    Melakukan analisi Instruksional (Conducting Instructional Analysis).
Setelah tahap mengidentifikasi tujuan pembelajaran, maka
Akan ditentukan apa tipe belajar yang dibutuhkan  peserta didik.  Tujuan yang telah dianalisis berfungsi untuk mengidentifikasi keterampilan yang lebih khusus lagi yang harus dipelajari.  Analisis ini akan menghasilkan cara atau diagram tentang keterampilan-keterampilan / konsep dan menunjukkan keterkaitan antara keterampilan konsep tersebut.
c.    Mengidentifikasi Tingkah Laku Awal / Karakteristik Siswa (Identifying Entry Behaviors, Characteristic).
Ketika analisis terhadap keterampilan-keterampilan berlangsung  yang perlu dilatihkan dan tahapan prosedur yang perlu dilewati, juga harus dipertimbangkan keterampilan apa yang telah dimiliki peserta didik saat mulai mengikuti pembelajaran.  Yang penting juga untuk diidentifikasi adalah karakteristi peserta didik yang mungkin ada hubungannya dengan rancangan aktifitas-aktifitas pengajaran.
d.    Merumuskan Tujuan Kinerja (Writing Performance Objectives).
Berdasarkan analisis instruksional dan pernyataan tentang tingkah laku awal peserta didi, akan dirumuskan pernyataan khusus tentang apa yang harus dilakukan peserta didik setelah menyelesaikan proses pembelajaran.
e.    Pengembangan Tes Acuan Patokan (Developing Criterian Referenced Test).
Pengembangan tes acuan patokan didasarkan pada tujuan yang telah dirumuskan, pengembangan butir penilaian untuk mengukur kemampuan peserta didik seperti yang diperkirakan dalam tujuan.
f.     Pengembangan Strategi Pembelajaran (Developing Instructional Strategy).
Informasi dari lima tahapan sebelumnya, maka selanjutnya akan mengidentifikasi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan akhir.  Strategi akan meliputi aktifitas preinstruksional, penyampaian informasi, praktik dan balikan, testing, yang dilakukan lewat aktifitas.
g.    Pengembangan dan Memilih Pengajaran (Developing and Salecting Instructional).
Pada tahapan ini strategi pengajaran dikembangkan untuk menghasilkan pengajaran yang meliputi petunjuk untuk peserta didik, bahan pembelajaran, tes dan panduan guru.
h.    Merancang dan Melaksanakan Evaluasi Formatif (Designing and Conducting Formative Evaluation).
Tahapan evaluasi yang dilakukan untuk mengumpulkan data atau informasi yang akan digunakan untk mengidentifikasi bagaimana meningkatkan pembelajaran.
i.      Menulis Perangkat Penilaian Akhir (Designing and Conducting Summative Evaluation).
Dengan berdasarkan hasil-hasil tahapan sebelumnya kemudian menuliskan perangkat yang dibutuhkan.  Hasil perangkat sebelumnya divalidasi dan diujicobakan diimplemantasikan di kelas.


j.      Revisi Pengajaran (Revising Instructioan).   
Pada tahapan ini mengulangi siklus pengembangan perangkat pembelajaran.  Data dari kegiatan evaluasi sumatif yang telah dilakukan pada tahapan sebelumnya diringkas dan dianalisis serta diinterpretasikan untuk diidentifikasi kesulitan yang dialami peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran.  Begitu pula masukan dari hasil implementasi dari pakar/hasil validasi.
Model / desain pembelajaran  menurut Dick & Carey dapat digambarkan seperti yang terlihat pada diagram berikut:

-----
                           
                                Dari keempat model desain pembelajaran diatas, dua model terakhir lebih luas dibandingkan dua model sebelumnya.  Dua model desain pembelajaran terakhir bukan hanya berorientasi  pada rancangan perangkat pembelajaran yang digunakan di kelas,  namun merupakan rancangan sistem secara lebih utuh.  Sedangkan dua desain model pembelajaran sebelumnya  lebih berorientasi pada rancangan perangkat pembelajaran di kelas dan kurang mengakomodasi unsur-unsur sistem di luar proses pembelajaran  di kelas.

2.1.4.4   Pengertian dan Komponen Silabus
                      Pada prinsipnya pelaksanaan proses pembelajaran merupakan operasionalisasi/implentasi dari perencanaan prioses pembelajaran yang telah di desain oleh guru yang bersangkutan.  Perencanaan yang telah di desain tentunya berdasarkan kriteria-kriteria sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya.  Perencanaan proses pembelajaran ini mencakup dua hal yaitu: silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
                      Secara etimologis silabus berarti ‘label” atau daftar isi (table of contens).  Menurut Zainal (2012:123) The American Heritage Dictionery mengartikan silabus silabus sebagai outline of a course of study ( garis-garis besar program pembelajaran).  Dalam konteks Kurikulum Berdasis Kompetensi (KBK), silabus diartikan sebagai rencana pembelajaran pada suatu dan/ atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang    encakup standar kompetensi,kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar.  Penyusunan silabus mempertimbangkan unsur-unsur: 1) ilmiah, 2) relevan, 3) sistematis, 4) konsisten, 5) memadai, 6) aktual dan kontekstual, 7) fleksibel, 8) menyeluruh.
                   Silabus pembelajaran merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam standar proses.  Hal ini dijelaskan pada Peraturan pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 1, ayat (5), yaitu:”standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didikpada jenjang dan jenis pendidikan tertentu”.  Silabus merupan salah satu komponen  kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).  Menurut Ella (2007:146) silabus pada dasarnya merupakan rencana yang mengatur kegiatan pembelajaran, pengelolaan kelas, dan penilaian hasil belajar di kelas untuk mencapai suatu kompetensi.  Menurutnya silabus menggambarkan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik untuk mencapai suatu kompetensi.  Silabus harus dapat menjawab pertanyaan sebagai berikut: kompetensi apa yang akan dikembangkan peserta didik, bagaimana cara mengembangkan, dan bagaimana cara mengetahui bahwa kompetensi tersebut sudak dicapai peserta didik. 
                   Secara sederhana istilah silabus dapat dimaknai sebagai garis besar, ringkasan, ilhtisar, atau pokok-pokok isi atau materi pembelajaran, Salim dalam Heri Gunawan (2012:278). 
    
                   Sedangkan di Indonesia silabus merupakan pengaturan dan penjabaran seluruh kompetensi dasar suatu mata pelajaran dalam standar isi sehingga relevan dengan konteks sekolahnya dan siap digunakan sebagai panduan pembelajaran setiap mata pelajaran, Jingga (2013:9). Selanjutnya Jingga menyatakan bahwa silabus pembelajaran memuat sekurang-kurangnya komponen-komponen sebagai berikut:
1.    Identitas Silabus Pembelajaran
2.    Standar Kompetensi
3.    Kompetensi dasar
4.    Materi Pembelajaran
5.    Kegiatan Pembelajaran
6.    Indikator Pencapaian Kompetensi
7.    Penilaian
8.    Alokasi Waktu
9.    Sumber Belajar 
Berhubungan dengan komponen-komponen silabus Heri (2012:280-281) menyatakan komponen pokok dari silabus yang lazim digunakan adalah:
1.    Komponen yang berkaitan dengan kompetensi yang hendak dikuasai, meliputi:
a.  Standar Kompetensi
b.  Kompetensi dasar
c.  Indikator
d.  Materi Pembelajaran
2.    Komponen yang berkaitan dengan cara menguasai kompetensi, memuat pokok-pokok kegiatan dalam pembelajaran
3.    Komponen yang berkaitan dengan cara mengetahui pencapaian kompetensi, mencakup
a.  Teknik Penilaian:
E  Jenis Penilaian
E  Bentuk Penilaian
      b.  Instrumen Penilaian
4.    Komponen Pendukung, terdiri dari:
a.    Alokasi waktu
b.    Sumber belajar
     Menurut Abdul Majid, dalam Geri (2012:281)  menyatakan bahwa pada umumnya silabus pembelajaran paling sedikiit harus mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
a.    Tujuan mata pelajaran yang akan diajarkan;
b.    Sasaran-sasaran mata pelajaran;
c.    Keterampilan yang diperlukan agar dapat menguasai mata pelajaran tersebut dengan baik;
d.    Urutan topik-topik yang diajarkan;
e.    Aktifitas dan sumber-sumber belajar pendukung     keberhasilan pengajaran;
f.     Teknik evaluasi yang digunakan. 
     Berkenaan dengan komponen silabus lebih rinci dikemukakan oleh Nurhadi, dalam Heri (2012:281) bahwa silabus berisi uraian program yang mencantumkan. (1) bidang studi yang diajarkan; (2) tingkat sekolah/madrasah semester; (3) pengelompokan kompetensi dasar; (4) materi pokok yang akan diajarkan; (5) indikator; (6) strategi pembelajaran; (7) alokasi waktu; dan (8) bahan dan media pembelajaran.
     Selanjutnya menurut lampiran Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tangal 23 Nopember 2007dinyatakan bahwa silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indkator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.  Selanjutnya silabus dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).  Dalam pelaksanaannya, pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandisi, atau kelompok dalam sebuah sekolah/madrasah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan.  Pengembangan silabus disusun di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawa di bidang pendidikan untuk SD dan SMP, dan dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SMA dan SMK, serta departemen yang meangani urusan pemerintahan di bidang agama untukMI, MTs, MA, dan MAK.

              2.1.4.5   Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan komponenya
                                 Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus, Jingga (2013:29).  
                                 Sedangkan menurut Mulyasa dalam Heri (2012:126) rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) merupakan rencana jangka pendek untuk memperkirakan atau memproyeksikan apa yang akan dilakukan dalam proses pembelajaran.  Rencana pelaksanaan  pembelajaran menggambarkan prosedur dan manajeman proses pembelajaran yang telah ditetapkan dan mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan dalam silabus.
                                 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 pasal 20 dinyatakan bahwa: “ Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar“.  Sedangkan dalam Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses untuk pendidikan dasar dan menengah dijelaskan bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai kompetensi dasar.  Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup pagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan fisik serta psikologis peserta didik.
                                 Selanjutnya menurut lampiran Permendiknas Nomor 41 tahun 2007, komponen rencana pelaksanaan pembelajaran adalah:
1.    Identitas mata pelajaran
Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah pertemuan.
2.    Standar kompetensi
Stnadar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.
3.    Kompetensi dasar
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam satu pelajaran.
4.    Indikator pencapaian kompetensi
Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran.  Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
5.    Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
6.    Materi ajar
Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.
7.    Alokasi waktu
Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar.
8.    Metode pembelajaran
Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan.  Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran.  Pendekatan pembelajaran tematik digunakan untuk peserta didik kelas 1 sampai kelas 3 SD/MI.
9.    Kegiatan pembelajaran
a.    Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
b.    Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD.  Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inisiatuf, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberi ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.  Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
c.    Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktifitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.
10.  Penilaian hasil belajar
Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mangacu kepada Standar Penilaian.
11.  Sumber belajar
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.
                                 Sehubungan dengan rencana pelaksanaan pembelajaran Mulyasa, dalam Heri (2012:298) menyebutkan terdapat dua fungsi utama rencana pelaksanaan pembelajaran, yaitu: fungsi perencanaan dan fungsi pelaksanaan.  Fungsi perencanaan maksudnya bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran hendaknya dapat mendorong guru lebih siap melakukan proses pembelajaran dengan perencanaan yang matang.  Sehubungan dengan tugas guru dalam mempersiapkan rencana pembelajaran menyatakan “dosa” hukumnya bagi guru yang akan mengajar ttidak melakukan persiapan terlebih dahulu, karena hal tersebut hanya akan merusak mental dan moral peserta didik, dan tidak mustahil akan menurunkan wibawa guru di hadapan peserta didik.  Adapun yang dimaksud dengan fungsi pelaksanaan, bahwa rencana pelaksanaan akan berfungsi untuk mengefektifkan proses pembelajaran sesuai dengan apa yang direncanakan.  Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran harus terorganisir dengan baik, melalui serangkaian kegiatan tertentu, dengan strategi efektif dan efisien.      
  
2.2  Kerangka Pemikiran
    Guru profesional adalah guru yang mampu melaksanakan tugas sesuai dengan tuntutan profesinya.  Guru profesional adalah guru yang memiliki kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi profesi dan kompetensi pedagogik. 
     Proses pembelajaran di kelas merupakan implementasi dari perencanaan proses pembelajaran yang terdiri dari silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang disusun oleh guru.   Silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran dapat disusun baik secara mandiri oleh guru yang bersangkutan maupun secara berkelompok guru mata pelajaran sejenis melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dengan berpedoman pada standar proses.  Pemerintah telah membuat pedoman perencanaan proses pembelajaran yang disebut standar proses sebagaimana yang tertuang dalam kebijakan Menteri Pendidikan Nasional.  Kebijakan tersebut dalam bentuk Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.  Standar proses tersebut merupakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.  Standar proses tersebut mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran. 
     Standar proses tersebut sebagai dasar dan pedoman bagi para guru dalam menyusun rencana proses pembelajaran. Dengan perencanaan proses pembelajaran yang berpedoman pada standar proses tersebuh diharapkan pelaksanaan proses pembelajaran dapat terselenggaran secara efektif dan afisien.   
Dengan kata lain jika rencana proses pembelajaran telah dipersiapkan oleh guru dengan baik, maka diharapkan pelaksanaan proses pembelajaran akan berlangsung secara aktif, inovatif, interaktif, inspiratif, kreatif, efektif, menyenangkan, menantang, berbobot, dan memotivasi  peserta didik, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.  Sebaliknya pelaksanaan proses pembelajaran sebagaimana yang digambarkan diatas tidak akan terwujud, jika rencana proses pembelajaran yang disusun oleh seorang guru tidak sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tersebut.
     Data hasil penelitian yang diperoleh kemudian dianalisis dengan analisis secara deskriptif kualitatif untuk menggambarkan situasi atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di SMP Negeri 43 Palembang.
    

BAB III
METODE PENELITIAN


3.1  Desain penelitian
            Temuan tentang adanya perbedaan kelengkapan komponen dalam perencanaan proses pembelajaran yang mencakup silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang disusun oleh guru SMP Negeri 43 Palembang menarik untuk diteliti.  Penelitian ini berguna untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya perbedaan kelengkapan komponen yang terdapat dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang disusun oleh guru SMP Negeri 43 Palembang.  Penelitian yang berjudul Implementasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah terhadap Penyusunan Perencanaan proses Pembelajaran yang dilaksanakan di SMP Negeri 43 Palembang ini dipandang sangat penting karena proses perencanaan proses pembelajaran merupakan titik awal yang akan menentukan tingkat keberhasilan dalam proses pembelajaran.
            Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif.  Penelitian ini akan meneliti bagaimana implementasi Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi atau menjadi penyebab terjadinya perbedaan kelengkapan komponen perencanaan pembelajaran yang tertuang dalam bentuk silabus dan rencanan pelaksanaan pembelajaran yang disusun oleh guru SMP Negeri 43 Palembang.   

3.2  Fokus Penelitian
     Menurut Aqib (2007:12) penelitian merupakan kegiatan mencermati suatu obyek, dengan menggunakan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat untuk meningkatkan mutu dari suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.
     Kegiatan penelitian ini akan menggali berbagai data, atau informasi yang terdapat di SMP Negeri 43 Palembang yang berhubungan dengan implementasi Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses terhadap rencana proses pembelajaran yang terdiri dari silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran.

3.3    Sumber Data
       Sumber data penelitian kualitatif deskriptif ini diperoleh dari data primer berdasarkan instrumen berbentuk angket, dan dokumen perencanaan proses pembelajaran yang terdiri dari silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang disusun oleh guru SMP Negeri 43 Palembang.

3.4    Teknik Pengumpulan Data
       Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan instrumen angket. Pengumpulan data melalui angket adalah instrumen yang berupa daftar yang berisi pertanyaan atau pernyataan yang disampaikan kepada responden untuk dijawab secara tertulis, dan studi dokumen.  Menurut Moleong (1999:161) dokumen adalah setiap bahan yang tertulis atau film yang dipersiapkan untuk penelitian, pengujian suatu peristiwa atau record maupun yang tidak dipersiapkan untuk itu.  Dokumen yang dimaksud dalam penelitian ini berupa dokumen rencana proses pembelajaran yang terdiri dari silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran.
3.5    Lokasi Penelitian
               Penelitian tentang Implementasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dilakukan di SMP Negeri 43 Palembang yang berlokasi di Jalan SM. Mansyur-Gelora, kelurahan 32 Ilir Kota Palembang.

3.6    Teknik Penentuan Informan
     Guru SMP Negeri 43 Palembang berjumlah enam puluh satu (61) orang.  Dari jumlah enam puluh satu (61) orang tersebut diambil sebanyak 50% atau sebanyak dua puluh enam (26) orang guru sebagai informan atau sampel. Teknik penentuan informan menggunakan teknik simple random sampling dengan cara lotre ini dilakukan agar seluruh populasi penelitian (guru) yang berjumlah 61 orang tersebut memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel dalam penelitian ini.

3.7  Teknik Analisa Data
     Data atau informasi yang diperoleh dari kegiatan penelitian ini kemudian akan diananlisis secara kualitatif deskriptif.  Penelitian deskriptif ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan data penelitian sesuai dengan variabel-variabel yang akan diteliti, tanpa melakukan pengujian hubungan antara variabel melalui pengujian hipotesis, karena dalam penelitian ini penulis tidak membuat hipotesis.  Hasil analisis data kemudian akan diterjemahkan, dan diuraikan secara kualitatif sehingga diperoleh gambaran mengenai situasi-situasi atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di SMP Negeri 43 Palembang.



3.8 Jadual Penelitian
             Jadual penelitian di SMP Negeri 43 Palembang ini disusun dalam bentuk tabel tentang jenis kegiatan dan perkiraan waktu.  Pelaksanaan kegiatan dirancang perMingguan.
No
Kegiatan
Minggu ke
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
Penyusunan proposal











2
Penyusunan instrumen











3
Validasi instrument











4
Penentuan sampel atau informan











5
Pengumpulan data










6
Analisa data











7
Penyusunan rancangan laporan










8
Seminar laporan











9
Perbaikan laporan










10
Penggandaan laporan













Daftar pustaka


Agus, Purwanto Erwan. 2012. Implementasi Kebijakan Publik Konsep dan Aplikasinya di Indonesia.  Yogyakarta: Gava Media.

Arifin, Ahmad Zainal. 2012. Perencanaan Pembelajaran dari Desain sampai Implementasi. Yogyakarta: Pedagogia.

Juliartha, Edwar. 2009. Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Trio Rimba Persada.

Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta cv.

Jingga Gm. 2013. Panduan lengkap menyusun Silabus dan rencana pelaksanaan Pembelajaran (konsep dan implementasi disertai contoh). Yogjakarta: Araska.

Riyanto, Yatim. 2001. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: Penerbit SIC.

Saptawan, Ardian dan Juliartha, Edwar. 2011. Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis. Palembang: Penerbit Unsri.

Syafaruddin. 2008. Efektifitas kebijakan Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Yulaelawati, Ella. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi Teori dan Aplikasi. Jakarta; Pakar Raya.

---------Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Fokus Media.

---------Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Bandung: Pustaka Yustisia.

KELANGKAAN SEBAGAI MASALAH EKONOMI