Selasa, 26 Mei 2020

Pesan ibu


Ojo Putus Asa

O
jo putus asa, idiom pendek bermakna luar biasa. Hampir 30 tahun, tutur lembut dari ibu ini menjadi salah satu alasan mengapa aku harus bersyukur berprofesi guru. Guru yang dianggap sebagai sosok yang pantas untuk digugu nasehatnya dan ditiru perilakunya, merupakan salah satu keinginan orang tuaku.
Bukan sosok guru yang ingin aku sampaikan melalui tulisann ini, melainkan sepenggal kisah perjalanan menjadi abdi dalem (ASN) sebagai seorang guru sejak tahun 1994. Bukti tidak putus asa dan buah usaha sungguh-sungguh untuk mewujudkan harapan. Harapan orang tua kepada anaknya dan keinginan anak membahagiakannya.
Akhir tahun 1992 kutinggalkan kampung halaman. Pulau Sumatera menjadi tujuan merantau pertamaku. Dua hari, satu malam perjalanan yang melelahkan. Aku tinggal di rumah sahabat ayahku, sebelum menemui saudara sepupu.
Modal ijasah D-3 dan pengalaman pernah wiyata bhakti. Aku diterima sebagai guru yayasan pendidikan di kota Metro, Lampung Tengah waktu itu. Honor yang hanya beberapa puluh ribu harus cukup memenuhi kebutuhanku. Bersama beberapa guru, kami tinggal di rumah pemilih yayasan itu.
Agustus 1993, Mas Haryanto, menyampaikan pesan Kepala SMP Negeri 7 Tanjungpandan, Belitung. Beliau meminta aku mengajar di sekolahnya. Setelah perjalanan selama satu hari dua malam dari Kota Tanjungkarang, Lampung dengan moda transportasi kereta api, kapal fery dan mini bus, melalui pulau Bangka, telah membawa diriku dI pulau penghasil timah dan tanah kaolin ini. Hari demi hari aku jalani, menyusuri perjalanan hidup yang semakin berwarna dan terasa lebih indah selaras dengan pesona pulau Negeri Laskar Pelangi ini.
Tahun 1994 lulus penerimaan PNS. SK penempatan di SMP Negeri 10 Tanjungpandan, di Desa Tanjungbinga. Kampung nelayan nan ramah, ±7 tahun mewarnai indahnya hidupku. Tanggal 1 Agustus 2000 karena kondisi orang tua, mutasi di SMP Negeri 43 Palembang. Terhitung pada tanggal 7 Desember 2017 aku tercatat sebagai guru di SMP Negeri 1 Palembang, salah satu sekolah favorit di kota pempek yang berdiri pada jaman Belanda.
Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada putus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum kafir. (Q.S: 12: 87). “Ojo putus asa”, pesan ibuku. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang enggkau dustakan (QS: 55 : 13).

Ramadan Special


RAMADAN SPECIAL

B
ulan Ramadan tahun 2020 bertepatan dengan tahun 1441 Hijriah ini berbeda dari Ramadan sebelumnya. Bulan yang selalu dirindu umat Islam ini memang banyak keistimewaan. Ramadan adalah bulan terpilih untuk turunnya wahyu berupa Al-Qur’an (Surat Al-‘Alaq ayat 1-5) kepada Muhammad yang mulia sebagai way of life umat Islam; terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan; wajib puasa bagi orang yang beriman dan keistimewaan lainnya.
Puasa dan amal shaleh pada Ramadan tahun ini dijalankan pada kondisi wabah pandemi Covid-19 yang telah menelan korban. Kebijakan social distancing atau physical distancing bahkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memutus penyebaran virus corona ditindaklanjuti dengan gerakan aktifitas atau Bekerja Dari Rumah (BDR). Iimbas kebijakan ini, Masjid sepi dari jama’ah, pembelajaran di kelas dialihkan menjadi pembelajaran jarak jauh (PJJ) di rumah.
Hari demi hari diisi dengan aktifitas di rumah. Shalat Magrib, ‘Isya dan Subuh yang biasa dilakukan di Masjid di depan rumah pun dilakukan di rumah. Shalat berjama’ah bersama istri dan 2 anak yang tinggal di rumah. Sementara waktu kerja yang biasanya di kelas atau sekolah, kini digunakan untuk pembelajaran jarak jauh di rumah. Laptop tuaku dan smartphone yang kadang lowrespon serta paket wifi di rumah sangat membantu tugas memandu pembelajaran jarak jauh ini.  
Pekan pertama pembelajaran jarak jauh berjalan dengan baik. Penggunaan WAG Kelas sebagai media pembelajaran daring ini cukup menyita banyak waktu. Para siswa antusias menerima tugas yang diberikan. Mereka pengirim tugas melalui WAG Kelas, japri atau melalui surel pribadiku. Hampir semua siswa mengumpulkan tugas sesuai jadual dan limit waktu.
Pekan kedua pembelajaran dilakukan dengan menggunakan google classroom. Praktik kelas virtual milik google ini adalah  pengalaman baru bagiku. Posting video pembelajaran hasil pelatihan online sebagai stimulus dan menginspirasi anak–anak didikku. Respon “video pembelajarannya bagus dan mudah dipahami pak”, tertulis pada kolom komentar. Respon tersebut memicu semangat untuk mengikuti pelatihan meningkatkan kompetensi bidang ITC dan literasi digital melalui pelatihan daring.
Aktifitas rohani Ramadan tahun ini pun dilakukan di rumah. Banyak pengalaman baru yang diperoleh. Menjadi Imam Shalat fardu lima waktu, shalat tarawih, tadarus dan menambah hafalan surah pendek dan ayat-ayat pilihan dilakukan di rumah. Anak laki-laki keduaku pun mendapat pengalaman baru menjadi Imam Shalat Witir menggantikan posisiku.  
Tradisi buka bersama setiap akhir pekan dengan keluarga besarku pun menjadi terasa lebih special tahun ini. Setelah minum, makan buah-buahan, kurma bahkan mpek-mpek secukupnya, dilanjutkan Shalat Magrib berjama’ah. Imam Shalat Magrib, ‘Isya, Tarawih dan Witir bergantian. Praktik menjadi Imam Shalat mungkin tidak terbayangkan oleh anak-anak kami. Shalat Hari Raya Idulfitri pun akan dilakuan bersama keluarga besar di rumah orang tua yang cukup luas. Pengalaman yang sungguh berbeda dari tahun sebelumnya.    
Ramadan 1441 Hijriah ini nampaknya tidak akan terlupakan bagi sebagian besar orang. Pandemi Covid-19, disadari atau tidak, suka atau tidak telah memberi warna perubahan. Perubahan yang berdampak pada konsekuensi, misalnya pembelajaran tatap muka langsung didalam kelas dialihkan menjadi pembelajaran jarak jauh di rumah. Pembelajaran jarak jauh moda daring, ‘memaksa’ guru harus melek ITC; perubahan kualitas dan kuantitas praktik ritual atau ibadah, misalnya menjadi Imam Shalat di rumah dan menghafal Al-Qur’an; budaya hidup bersih dan sehat; interaksi sosial dipaksa kembali kepada fitrohnya seperti psysical distancing (baca: larangan kontak fisik dengan selain mahrom). 
Kamis tanggal 30 April 2020 pukul 13.30 WIB, dengan KuasaNya, Dia memanggil saudara kandungku yang tertua. Chat kabar duka dari saudaraku yang lain membuat bibirku bergetar dan tidak mampu menahan air mata kesedihan. “Innalillahi wa inna ilaihi roji’un, semoga husnul khotimah”, sahut istriku setelah mendengar kabar duka itu.
Suka atau tidak, semoga Ramadan tahun ini adalah Ramadan terbaik. Pilihan Allah adalah yang terbaik bagi hambanya. Semoga menjadi lebih taqwa dan masih diberi kesempatan bertemu dengan Ramadan tahun-tahun berikutnya. Aamiin.

Kamis, 13 April 2017

Full day school

Ganti Pejabat ganti Kebijakan, ganti Menteri ganti peraturan.  Mencermati ide Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bapak Muhajir Efendi yang akan memberlakukan kebijakan full day school menuai pro dan kontra bukan hanya dari para praktisi dan pemerhati pendidikan saja, namun juga khalayak masyarakat umum. 
Kebijakan full day school menurut Menteri dari Malang tersebut akan diberlakukan secara nasional mulai tahun ajaran 2017/2018 jika disetujui Presiden Joko Wododo, proses pembelajaran akan dilaksanakan pada hari Senin-Jum'at.  Dengan demikian hari belajar atau waktu belajar di sekolah berlangsung minimal selama 8 jam.  Penambahan waktu belajar dari 6 jam menjadi minimal 8 jam tidah lantas diartikan harus dihabiskan di dalam kelas atau selalu di lingkungan dalam sekolah. Dengan full day school, guru beserta peserta didik dapat diajak untuk mengikuti kegiatan diluar sekolah seperti mengikuti kegiatan keagamaan seperti di Masjid. Tujuannya adalah untuk menguatkan karakter keagamaan atau karakter religius.   
Menanggapai ketersediaan infra struktur untuk mendukung kebijakannya, Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang tersebut siap membantu bagunan unit sekolah baru (USB) atau ruang kelas baru (RKB) oleh karenaya pemerintah daerah diharapkan dapat menyediakan lahan untuk realisasi USB dan RKB tersebut.  

KELANGKAAN SEBAGAI MASALAH EKONOMI