BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pendidikan merupakan usaha yang terencana dan sistematis untuk mewujudkan suasana pembelajaran
yang kondusif. Melalui pendidikan
diharapkan peserta
didik mampu mengembangkan
potensi dirinya secara optimal, sehingga dapat memiliki kompetensi yang unggul dalam kepribadian dan prestasi, demokratis, serta sadar terhadap tugas dan tanggungjawabnya sebagai warga
negara Indonesia.
Dalam pendidikan formal, guru merupakan salah satu unsur utama
dalam proses pembelajaran. Guru berperan penting
dalam proses pelaksanaan pembelajaran yaitu menciptakan suasana pembelajaran yang
kondusif sehinggan proses pembelajaran dapat terlaksana dengan efektif dan efisien.
Sebagai tenaga profesional, guru
mempunyai tugas utama dalam
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
peserta didiknya. Guru yang profesional akan melaksanakan proses pembelajaran yang
berkualitas, serta mampu mewujudkan hasil pembelajaran yang maksimal.
Sebagai tenaga profesional kedudukan guru bertujuan untuk melaksanakan
sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan
komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional. Tujuan pendiidkan
nasional
adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggungjawab.
Agar proses pembelajaran pada satuan
pendidikan dapat terselenggara secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik,
maka perencanaan proses pembelajaran harus dipersiapkan dengan berpedoman pada
standar proses. Dalam lampiran Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007, tentang Standar Proses untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dijelaskan bahwa standar proses berisi
kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah
di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar proses meliputi perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran,
dan pengawasan proses pembelajaran.
Sebagai agen
pembelajaran (learning agent), guru
berperan sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran,
dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.
Sebagai perekayasa pembelajaran, guru harus mampu menyusun formulasi perencanaan proses pembelajaran. Perencanaan proses pembelajaran merupakan
pola rancangan kegiatan pembelajaran guna mengarahkan peserta didik agar
terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Perencanaan pembelajaran merupakan pemikiran
tentang penerapan prinsip-prinsip umum mengajar di dalam pelaksanaan tugas
mengajar dalam suatu interaksi pengajaran tertentu yang khusus, baik yang
berlangsung di dalam kelas ataupun di luar kelas, Zainal (2012:33).
Perencanaan
proses pembelajaran mencakup dua hal, yaitu silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran. Perencanaan proses pembelajaran
yang disusun guru bukan hanya berfungsi sebagai acuan pelaksanaan proses pembelajaran agar proses
pembelajaran
dapat terselenggara secara
efektif dan efisien, namun berfungsi juga sebagai pedoman arah untuk
mencapai standar kelulusan.
Perubahan dan
kemajuan bidang teknologi, informasi dan komunikasi diyakini berdampak luas
terhadap berbagai sektor kehidupan.
Kemajuan bidang teknologi, informasi dan komunikasi, juga sangat dirasakan manfaatnya bagi guru
dalam melaksanakan tugas mulianya. Tugas
guru dalam memformulasikan perencanaan
proses pembelajaran akan lebih mudah dan cepat diselesaikan. Kemudahan tersebut dapat diperoleh dengan cara
mengakses internet, sehingga dalam hitungan sesaat akan diperoleh perangkat
perencanaan proses pembelajaran yang diinginkan.
Fenomena diatas
menunjukkan bahwa perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi sangat
membantu guru dalam melaksanakan tugasnya.
Namun perangkat perencanaan proses pembelajaran yang diperoleh tersebut
tentunya tidak dengan serta merta dapat diaplikasikan ke dalam pelaksanaan
proses pembelajaran di satuan pendidikannya, karena perencanaan proses
pembelajaran harus memperhatikan prinsip relevansi, kontekstual, karakteristik
peserta didik, ketersediaan sarana dan prasarana, serta kebutuhan satuan
pedidikan masing-masing.
Selanjutnya perencanaan
proses pembelajaran yang terdiri dari silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran
harus memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode
pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar. Karena perencanaan proses pembelajaran merupakan acuan pelaksanaan proses
pembelajaran, maka formulasinya harus
memperhatikan jumlah maksimal peserta didik per kelas, rasio maksimal buku teks
pelajaran setiap peserta didik, dan rasio maksimal jumlah peserta didik setiap
pendidik, sehingga pelaksanaan proses pembelajaran dapat terselenggara secara
efektif dan efisien.
Jika perencanaan
proses pembelajaran tidak sesuai dengan standar proses sebagaimana yang dimaksud dalam lampiran Permendiknas nomor
41 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dikhawatirkan
pelaksanaan proses pembelajaran
tidak akan terselenggara secara efektif dan efisien.
Mengingat pentingnya fungsi perencanaan proses
pembelajaran dalam pelaksanaan proses pembelajaran baik di kelas maupun luar
kelas serta fenomena sebagaimana uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang
berkaitan dengan implementasi Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun
2007 tentang Standar Proses untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah terhadap Perencanaan Proses Pembelajaran di SMP Negeri 43 Palembang.
1.2
Identifikasi Masalah
Dalam melaksanakan tugas profesinya, guru harus memiliki kompetensi mengelola proses
pembelajaran peserta didik. Guru harus
memiliki pemahaman
teori
dan konsep
kependidikan, pemahaman tentang peserta didik, pengembangan kurikulum,
pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar, perencanaan
pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, serta
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang mereka miliki.
Guru profesional
harus
memiliki kompetensi kepribadian, sosial, profesional dan pedagogik. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru
dalam mengelola pembelajaran peserta didik yang diantaranya adalah kemampuan
dalam pengembangan kurikulum atau silabus dan perancangan pembelajaran. Dari keempat kompetensi yang harus dimiliki
guru tersebut, yang menarik perhatian peneliti adalah kompetensi
pedagogik yang berkaitan dengan
perencanaan proses pembelajaran. Perencanaan proses pembelajaran yang dimaksud
dalam penelitian ini mencakup silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran.
1.3
Rumusan masalah
Berdasarkan identifikasi masalah sebagaimana
yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, maka peneliti merumuskan permasalahan
penelitian sebagai berikut :
1). Bagaimanakah Implementasi Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Standar Proses untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah terhadap
Perencanaan Proses Pembelajaran di SMP Negeri 43 Palembang ?
2). Faktor apa sajakah yang mempengaruhi Implementasi Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah terhadap Perencanaan
Proses Pembelajaran di SMP Negeri 43 Palembang !
1.4
Pembatasan Masalah
Dalam lampiran Permendiknas Nomor 41 tahun 2007, dijelaskan bahwa standar proses meliputi perencanaan
proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan
pengawasan proses pembelajaran yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi,
kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi
ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil
belajar, dan sumber belajar.
Dari
sekian banyak standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah menurut
Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tersebut, maka peneliti
hanya akan membatasi kajian penelitian yang berkaitan dengan perencanaan proses pembelajaran yang
terdiri dari silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran.
1.5
Maksud dan Tujuan Penelitian
1.5.1 Maksud
Penelitian tentang Implementasi Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun
2007, tentang Standar Proses untuk
Satuan Penidikan Dasar dan Menengah terhadap Perencanaan Proses Pembelajaran di SMP Negeri 43
palembang ini
dilakukan dengan maksud untuk memperoleh
informasi tentang implementasi kebijakan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 di SMP Negeri 43
Palembang.
1.5.2 Tujuan
Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah
perencanaan proses pembelajaran yang disusun guru SMP Negeri 43 Palembang telah
sesuai dengan Standar Proses untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah sebagaimanan yang dimaksud dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007.
1.6
Kegunaan Penelitian
Adapun hasil penelitian
ini diharapkan bermanfaat bagi:
a.
Guru
SMP Negeri 43 Palembang untuk
menambah wawasan tentang standar proses menurut Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun
2007 tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
b.
Guru
SMP Negeri 43 Palembang sebagai acuan memformulasi perencanaan proses pembelajaran yang sesuai dengan standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.
c.
Kepala
SMP Negeri 43 Palembang sebagai acuan
dalam
membuat kebijakan yang berkaitan
dengan langkah-langkah guna mengimplementasikan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses
untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah terhadap penerapan standar proses pembelajaran di SMP Negeri 43 Palembang.
d.
Dinas
Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Palembang sebagai bahan untuk membuat
kebijakan agar implementasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007, tentang Standar Proses
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah di lingkungan wilayah kerjanya
sesuai dengan yang dimaksudkan
dalam Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tersebut.
BABA
II
KAJIAN
PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka dalam penelitian yang berjudul Implementasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidkan Dasar
dan Menengah terhadap Rencana Proses Pembelajaran di SMP Negeri 43 Palembang meliputi :
2.1.1 Implementasi Kebijakan Publik
Suatu kebijakan atau program-program yang
dirancang oleh pembuat kebijakan (desicion
making) tidak dengan sendirinya dapat diimplementasikan oleh implementator
di lapangan. Akibatnya capaiannya jauh
dari apa yang diharapkan. Kondisi ideal
sebagaimana yang tertuang dalam bentuk kebijakan atau peraturan kadang
terhambat bahkan tidak dapat diimplemetasikan ketika berhadapan dengan realita
sesungguhnya di lapangan. Kegagalan
implementasi berbagai kebijakan sangat merugikan berbagai pihak bukan hanya pemerintah,
namun juga masyarakat yang menjadi target sasaran suatu kebijakan.
Implementasi merupakan bagian penting dari
serangkaian proses kebijakan, karena suatu kebijakan tidak akan banyak berarti
manakala kebijakan tersebut tidak diimplementasikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Udoji:” The execution of policies is asa
important if not more important than policy making. Policies will remains dreams or blue prints
file jackets unless they are implemented”.
Dalam bahasa lain: “pelaksanaan
kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting
daripada pembuatan kebijakan.
Kebijakan-kebijakan
akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip
kalau tidak diimplementasikan“. (Wahab, 1997:59).
Berkenaan dengan konsep implementasi,
berikut akan disampaikan uraian singkat tentang konsep implementasi. Ilmuwan yang pertama kali mengembangkan studi
tentang kebijakan publik adalah Harold Laswell.
Ia mengemukakan bahwa untuk dapat memperoleh pemahaman yang baik tentang
yang ia sebut pendekatan proses (policy
process approach), maka kebijakan publik harus diurai menjadi beberapa
bagian sebagai tahapan-tahapan, yaitu agenda-setting,
formulasi, legitimasi, implementasi, evaluasi, reformulasi, dan terminasi, Erwan
et al (2012:17). Dari uraian diatas
nampak bahwa implementasi merupakan salah satu tahap dari rangkaian tahapan
dalam proses lahirnya kebijakan publik.
Jeffrey Pressman dan Aaron Wildavsky
pelopor studi implementasi (Erwan,2012:20), memaknai implementasi dengan
beberapa kata kunci sebagai berikut: untuk menjalankan kebijakan (to carry out), untuk memenuhi
janji-janji sebagaimana dinyatakan dalam dokumen kebijakan (to fulfill), untuk menghasilkan output sebagaimana dinyatakan
dalam tujuan kebijakan (to produce) untuk
menyelesaikan misi yang harus diwujudkan dalam tujuan kebijakan (to complete). Selanjutnya Van Meter dan Horn, mendefinisikan
implementasi lebih spesifik, yaitu: “Policy
implementation encompasses those actions by public or private individuals (or
group) that are directed at the achievement of objectives set forth in prior
policy decisions”.
Erwan et al (2012:22) implementasi
dimaknai sebagai pengelolaan hukum (karena kebijakan telah disyahkan dalam
bentuk hukum) dengan mengerahkan semua sumberdaya yang ada agar kebijakan
tersebut mampu mencapai atau mewujudkan tujuannya.
Implementasi menurut kamus
Webster dalam Solihin (2005:64), merumuskan secara pendek bahwa to implement (mengimplementasikan)
berarti to provide the means for carrying out; (menyediakan sarana untuk
melakukan sesuatu); to give practical
effect to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). Kalau pandangan diatas diikuti, maka implementasi
kebijaksanaan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijaksanaan
(Solihin,2005:64).
Dalam kaitannya dengan konsep
implementasi. Wahab (1997:64) menyatakan bahwa: “ Implementasi kebijakan dapat
dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan (biasanya dalam
bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, pemerintah
eksekutif atau dekrit presiden)
Seiring dengan perkembangan studi tentang
implementasi, maka studi implementasi telah melahirkan publikasi yang berusaha
untuk memahami fenomena implementasi, baik yang bersifat deskripstif maupun
model-model kausalitas hubungan sebab akibat antara kinerja implementasi dan
varian yang memengaruhinya.
Sejauh ini telah lahir tiga generasi yang memiliki karakteristik serta
capaiannya. Generasi I tahun 1970-1975
(generasi studi kasus). Generasi I ini
menggunakan pendekatan studi implementasinya terbatas pada studi kasus, yaitu
melakukan investigasi terhadap implementasi suatu kebijakan secara mendalam
yang dilaksanakan pada suatu lokasi tertentu dengan tujuan untuk mengetahui
mengapa implementasi tersebut gagal dilaksanakan.
Dari serangkaian
studi kasus yang dilakukan generasi I muncul konsep missing link. Missing link
merupakan suatu konsep yang digunakan
untuk menunjukkan bahwa pemerintah tidak mampu merancang sekaligus
mengimplementasikan kebijakannya dengan baik.
Dengan kata lain pemerintah tidak mampu mewujudkan niat baik mereka
(kebijakan) untuk mencapai tujuan kebijakan yang telah dirumuskan.
Generasi II tahun 1975-1980 dengan Building Model, dengan bahan kajian kinerja
dari generasi I, generasi II membangun teori serta model implementasi untuk
diuji di lapangan. Generasi II cenderung
menggunakan model penelitian yang bersifat positivistik dengan dukungan
data-data kuantitatif. Generasi II ini
menjelaskan permasalahan implementasi menjadi dua kelompok pendekatan, yaitu
pendekatan top-down dan botton-up.
Dalam pendekatan top-down, menurut Sebatier, dalam Erwan (2012:37), “pendekatan top-down dilakukan oleh para peneliti
dengan langkah sebagai berikut: ”They
started with policy decision (usually statue) and examined the extent to which
its legally-mandated objectives were achieved over time and why”. Cara kerja mereka dimulai dengan memahami
kebijakan dan melihat efektifitas pencapaian tujuan kebijakan tersebut di lapangan.
Fokus perhatian mereka tertuju pada
kebijakan dan berusaha untuk memperoleh fakta-fakta apakah kebijakan tersebut
ketika diimplementasikan dapat terlaksana dan mampu mencapai tujuannya atau
tidak (efektifitas implementasi kebijakan).
Menurut Erwan (2012:38-39), secara garis
besar, tahapan-tahapan kerja para Generasi II yang menggunakan pendekatan top-down biasanya adalah sebagai berikut:
a.
Memiliki kebijakan yang akan dikaji;
b.
Mempelajari dokumen kebijakan yang ada untukdapat mengindentifikasi
tujuan dan sasaran kebijakan yang secara formal tercandum dalam dokumen
kebijakan;
c.
Mengidentifikasi bentuk-bentuk keluaran kebijakan yang
digunakan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran kebijakan;
d.
Mengidentifikasi apakah keluaran kebijakan telah diterima
oleh kelompok sasaran dengan baik (sesuai dengan Standard Operating Procedure yang ada);
e.
Mengidentifikasi apakah keluaran kebijakan tersebut
memiliki manfaat bagi kelompok sasaran;
f.
Mengidentifikasi apakah muncul dampak setelah kelompok
sasaran memanfaatkan keluaran kebijakan yang mereka terima.
Analisis kemudian diarahkan untuk mengetahui apakah
dampak yang muncul tersebut berimplikasi terhadap terwujudnya tujuan kebijakan
sebagaimana ditetapkan dalam dokumen kebijakan.
Para ahli yang dapat digolongkan pada
Generasi II ini diantaranya adalah Nakamura, Edward III dan Grindle.
Kritik terhadap Generasi II yang
menggunakan pendekatan top-down diantaranya
adalah realita implementasi kebijakan bisa jadi lebih kompleks dan tidak hanya
berkepentingan dengan isu efektifitas atau efisiensi implementasi suatu
kebijakan saja. Kririk tersebut
melahirkan pendekatan bottom-up yang
dipelopori oleh Elmore (1978-1979, Lipsky (1971, Berman (1978, dan Hjern, Hanf
serta Porter (1979), Erwan (2012:43).
Para pengikut pendekatan bottom-up
ini menekankan pada pentingnya memperhatikan dua aspek penting implementasi
suatu kebijakan, yaitu birokrat pada level bawah (street level bureaucrat) dan kelompok sasaran kebijakan (target group). Mazhab ini meyakini bahwa implementasi
akan berhasil apabila kelompok sasaran dilibatkan sejak awal dalam proses
perencanaan kebijakan maupun implementasinya.
Adapun langkah-langkah pendekatan bottom-up
adalah:
a.
Memetakan stakeholder
(aktor dan organisasi) yang terlibat dalam implementasi kebijakan pada
level terbawah;
b.
Mencari informasi dari para aktor tersebut tentang
pemahaman mereka terhadap kebijakan yang mereka implementasikan dan apa
kepentingan mereka terlibat dalam implementasi;
c.
Memetakan keterkaitan (jaringan) para aktor pada level
terbawah tersebut dengan aktor-aktor pada level di atasnya;
d.
Peneliti bergerak ke atas dengan memetakan aktor pada
level yang lebih tinggi dengan mencari informasi yang sama;
e.
Pemetaan dilakukan terus sampai pada level tertinggi
(para policy maker).
Tujuan penelitian dengan pendekatan bottom-up
ini adalah untuk mengetahui jaringan implementasi yang melibatkan para
aktor dari berbagai level tersebut dan memetakan motif ekonomi-politik para
aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan.
Capaian yang dilakukan oleh Generasi II memberikan arah yang jelas tentang
studi implementasi. Generap II yang
menggunakan pendekatan bottom-up mendapat
dukungan dari Generasi III utamanya
dari sisi cara melakukan penelitian. Generasi III sepakat untuk melanjutkan
dukungan yang dirintis generasi II dengan mengembangkan studi implementasi ke
arah yang lebih scientific, Erwan (2012:49).
Generasi III menganjurkan penggunaan prosedur ilmiah yang lebih baku. Menurut Goggin et al (Erwan,2012:49)
mengatakan bahwa agar penelitian implementasi makin diakui kualitas kadar
keilmiahannya maka peneliti perlu: i) memperjelas konsep-konsep yang digunakan,
terutama konsep implementasi itu sendir.
Tidak seperti para peneliti Generasi II yang cenderung mendefinisikan
fenomena implementasi sebagai kegagalan atau keberhasilan mencapai
tujuan-tujuan kebijakan, para peneliti Generasi III memposisikan implementasi
sebagai proses yang bersifat dinamis yang akan terus berjalan selama berlakunya
suatu kebijakan; ii) memperbanyak kasus yang akan distudi sehingga memberi
ruang yang lebih baik untuk menjelaskan hubungan kausal guna menjelaskan
fenomena implementasi; iii) membangun
model dan indikator yang akan dipakai untuk menguji hipotesis; iv) berani
melakukan perbaikan terhadap persoalan penggunaan konsep dan pengukuran yang
dihadapi oleh para peneliti generasi sebelumnya.
Gagasan Goggin et al tersebut menunjukkan bahwa para peneliti Generasi III
mendorong penelitian implementasi untuk mengadopsi penelitian positivistik
(kuantitatif) dengan makin meningkatkan kualitas indikator uantuk melakukan
pengukuran, baik terhadap variabel dependent (kinerja implementasi) maupun
variabel prediktor (faktor-faktor yang menjelaskan kinerja implementasi), Erwan
(2012:50).
Persoalan implementasi suatu kebijakan ternyata tidak semudah yang
dibayangkan. Implementasi merupakan
suatu kegiatan yang sangat kompleks bukan karena implementasi kebijakan harus
melibatkan banyak aktor dengan kepentingan masing-masing, namun tingkat kompleksitas
akan semakin bertambah manakala implementasi kebijakan tidak dirumuskan secara
jelas sebagai akibat adanya kepentingan-kepentingan politik tertentu yang
melahirkan perumusan kebijakan tertentu.
Kenyataan yang ada, gagasan yang indah dan ideal ternyata tidak selalu
mudah untuk direalisasikan di lapangan.
Schneiders (Erwan,2012:13) menggambarkan hal tersebut secara gamblang
melalui pernyataannya:
“The greatest
difficulty in devising better social program is not determining what are
reasonable policies on paper, but finding the means for coverting these
policies into viable field operations that correspond reasonably well to
originall intensions”.
Pendapat para ahli kebijakan sebagaimana
yang dipaparkan diatas dipengaruhi oleh paradigma (dikhotomi) antara politik
dan administrasi yang diwariskan oleh para ahli ilmu adminiatrasi publik. Dalam paradigma ini kegiatan politik
berkaitan dengan aktifitas untuk merumuskan kebijakan (policy making), prinsip yang mereka pegang adalah when politic ends administrative begins (pekerjaan
administrasi baru akan dimulai ketika para politisi telah menyelesaikan
tugasnya).
Schneider, (Erwan,2012:19), menyebutkan
lima faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yaitu: kelangsungan
hidup (variability), integritas teori
(theoretical integrity), cakupan (scope),
kapasitas (capacity), konsekuensi yang tidak diinginkan (unintented consequences). Selanjutnya menurut Erwan, Sabatier menyebutkan
enam variabel utama yang dianggap memberi kontribusi keberhasilan atau
kegagalan implementasi. Keenam variabel
tersebut adalah:
a.
Tujuan atau sasaran kebijakan yang jelas dan konsisten;
b.
Dukungan teori yang kuat dalam merumuskan kebijakan;
c.
Proses implementasi memiliki dasar hukum yang jelas
sehingga menjamin terjadi kepatuhan para petugas di lapangan dan kelompok sasaran;
d.
Komitmen dan keahlian para pelaksana kebijakan;
e.
Dukungan para stakeholder;
f.
Stabilitas kondisi sosial, ekonomi dan politik.
2.1.2 Kebijakan Publik
Penggunaan
kata kebijakan atau kebijaksanaan seringkali kita dengar dalam forum pertemuan
formal. Peneliti tidak membedakan makna
antara kata kebijakan dengan kebijaksanaan.
Konsep kebijakan atau kebijaksanaan (policy)
berbeda dengan konsep keputusan (decision)
yang mengandung arti sebuah pilihan diantara beberapa pilihan atau alternatif
yang ada.
Menurut Abidin, (Syafaruddin,2008:75),
menjelaskan kebijakan adalah keputusan pemerintah yang bersifat umum dan
berlaku untuk seluruh anggota masyarakat. Menurut Carl Friedrich (Solihin,2005:3) kebijaksanaan
ialah:
suatu tindakan yang
mengarahkan pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah
dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu
seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran
yang diinginkan.
Menurut PBB (Solihin,2005:2): kebijaksanaan itu diartikan sebagai
pedoman untuk bertindak, kebijakan mungkin berupa suatu deklarasi mengenai
suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program
mengenai aktifitas-aktifitas tertentu atau suatu rencana.
Selanjutnya kata (public) mencakup tiga arti, yaitu pemerintah, masyarakat, dan
umum. Sehubungan dengan itu menurut
Syafaruddin (2008:76) kebijakan publik adalah kebijakan pemerintah yang dengan
kewenangannya dapat memaksa masyarakat untuk mematuhinya
Menurut Thomas
Dey (Edwar,2009:17) kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah
untuk dilakukan atau tidak dilakukan (whathever
government choose to do or not to do).
Dengan demikian kebijakan dari pemerintah dianggap
kebijakan resmi dan mempunyai kewenangan yang dapat memaksa masyarakat untuk
mematuhinya. Kebijakan publik yang dihasilkan
pemerintah dapat merupakan kebijakan umum, kebijakan teknis dan kebijakan
operasional.
Kebijakan publik dilihat dari perspektif
instrumen, merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Erwan (2012:64) secara umum kebijakan
publik adalah alat untuk: i) Mewujudkan nilai-nilai yang diidealkan masyarakata
seperti keadilan, persamaan, dan keterbukaan; ii) Memecahkan masalah yang
dihadapi oleh masyarakat: masalah kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, dan
pelayanan publik yang buruk; iii) Memanfaatkan peluang baru bagi kehidupan yang
lebih baik bagi masyarakat seperti mendorong investasi, inovasi pelayanan, dan
peningkatan ekspor; iv) Melindungi masyarakat dari praktik swasta yang merugikan
misalnya pembuatan undang-undang perlindungan konsumen, ijin trayek, ijin
gangguan.
Dari pendapat para ahli
diatas, peneliti menarik simpulan bahwa implementasi kebijakan
adalah suatu proses melaksanaan
suatu keputusan kebijakan.
2.1.3 Pendekatan dan Model Kebijakan
Terdapat tiga pendekatan yang sering
digunakan oleh para manajer dalam praktek organisasi, sebagaimana dikemukakan
oleh Linblom, (Syafaruddin,2008:78-79), yaitu:
1)
Pendekatan
analisis, yaitu suatu proses membuat kebijakan yang didasarkan kepada pengambilan
keputusan tentang masalah dan beberapa pilihan kebijakan alternatif atas dasar
hasil analisis
2)
Pendekatan
politik, yaitu pembuatan kebijakan atas dasar pengambilan keputusan tentang pilihan
kebijakan dengan pengaruh kekuasaan, tekanan dan kendali pihak lain.
3)
Pendekatan
analisis dan politik, yaitu pendekatan ini digunakan untuk mengatasi kelemahan
yang ada pada pendekatan analisis dan pendekatan politik.
Selanjutnya model
adalah suatu bentuk kebijakan yang diambil atas beberapa pertimbangan, baik
dari pertimbangan, tujuan, strategi maupun keperluan lingkungan eksternal. Berkaitan dengan model Dror dan Islamy
(Syafaruddin,2008:80), menyatakan terdapat tujuh model kebijakan, yaitu:
1)
Model rasional
murni, yaitu model yang mengembangkan kebijakan secara rasional.
2)
Model ekonomi, yaitu model yang
mengembangkan kebijakan berdasarkan pertimbangan faktor ekonomi.
3)
Model keputusan
berurutan, yaitu kebijakan yang mendasari pengambilan keputusan atas dasar beberapa
kebijakan alternatif yang diperoleh dari eksperimen.
4)
Model
inkremental, yaitu model yang menggunakan pendekatan pengambilan kebijakan atas dasar perubahan
sedikit demi sedikit.
5)
Model memuaskan, yaitu model yang
mendasarkan keputusan atas dasar kebijakan alternatif yang paling memuaskan
tanpa menilai kritis alternatif lain.
6)
Model
esktrarasional, yaitu model yang mendasarkan pengambilan kebijakan atas
dasar dan pertimbangan sangat rasional.
7)
Model optimal, yaitu model yang
mendasarkan pengambilan keputusan atas dasar gabungan berbagai metode secara
terpadu untuk menghasilkan kebijakan yang optimal dan dapat diterima oleh semua
pihak.
2.1.4 Standar Proses
Di dalam lampiran Permendiknas Nomor 41
tahun 2007 dijelaskan bahwa dalam rangka pembaharuan sistem pendidikan nasional
telah ditetapkan visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah terwujudnya
sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang
berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu
berubah.
Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan salah satu standar yang harus dikembangkan adalah
standar proses. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun
2005 tersebut dijelaskan bahwa standar proses adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan
pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan.
Standar proses berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan
pendidikan dasar dan menengah di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Standar proses ini berlaku
untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah pada jalur formal, baik pada sitem
paket maupun pada sistem kredit semester.
Standar proses
untuk satuan pendidikan dasar dan menengah menurut Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 meliputi perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan
pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan
efisien.
2.1.4.1 Perencanaan Proses Pembelajaran
“If
you fail to plan you plan to fail ”.
Ungkapan tersebut menggambarkan bahwa perencanaan mempunyai fungsi yang
sangat penting. Kesuksesan bukan hal
yang bergulir dengan sendirinya (given) namun
merupakan buah dari kesungguhan usaha dan perencanaan yang matang. Perencanaan mempunyai arti yang sangat
penting sebagai acuan proses untuk mengarahkan atau menentukan tindakan dimasa
depan.
Berkaitan dengan
perencanaan pembelajaran, Zainal (2012:33) menyatakan bahwa perencanaan
pembelajaran dapat diartikan antara lain:
1.
Pemikiran tentang penerapan prinsip-prinsip umum mengajar
di dalam pelaksanaan tugas mengajar dalam suatu interaksi pengajaran tertentu
ysng khusus, baik yang berlangsung di dalam kelas ataupun di luar kelas.
2.
Pola rancangan kegiatan untuk membimbing keterlibatan siswa dalam aktifitas belajar.
3.
Proses menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta,
amalinasi, dan asumsi untuk masa yang akan datang dengan tujuan memvisualisasi
dan memformulasi hasil yang diinginkan dalam pembelajaran.
4.
Suatu cara untuk mengantisipasi dan menyeimbangkan
perubahan.
5.
Proses penetapan tujuan pembelajaran, penyusunan bahan
ajar dan sumber belajar, pemilihan media pembelajaran, pemilihan pendekatan dan
strategi pembelajaran, pengaturan lingkungan belajar, perancangan sistem
penilaian hasil belajar serta perancangan prosedur pembelajaran.
Menurut Syafaruddin (2008:110), terdapat beberapa alasan pentingnya suatu perencanaan,
yaitu:
1)
Perencanaan adalah berhubungan dengan kinerja atau
keberhasilan organisasi dan efektifitas sekolah bergantung atas keberhasilan
perencanaan tersebut.
2)
Fokus perhatian perencanaan adalah terhadap sasaran
rencana berkelanjutan memperkuat pentingnya sasaran. Perencanaan membantu untuk menjamin bahwa
keputusan memberikan sumbangan kepada prestasi personel dan bahwa administrator
tidak menjadi terlalu terlibat dalam hal keputusan dan aktifitas yang kurang
penting dan kurang relevan.
3)
Perencanaan membantu mancatat yang tidak pasti dan
mengantisipasi masalah dengan mengembangkan rencana bagi keadaan masa depan;
para pemimpin dan manajer mempersiapkan lebih baik dan proaktif, menyediakan
staf dengan pengalaman lebih baik.
4)
Perencanaan memberikan panduan bagi pengambilan keutusan
sebagai rencana khusus, maka tindakan ini memerlukan tindakan penataan tujuan,
memberikan pelayanan sebagai dasar keputusan aktifitas masa depan.
5)
Perencanaan adalah penting untuk mempermudah pemantauan
dan pengendalian-konsep rencana dapat membantu para pemimpin dan manajer
menentukan apakah keputusan diimplementasikan lebih baik dan apakah sasaran
organisasi tercapai.
2.1.4.2 Kriteria Penyusunan Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan proses pembelajaran merupakan
bagian integral dari tugas mulia profesional guru. Perencanaan proses pembelajaran memiliki fungsi
sebagai acuan operasional proses pembelajaran. Menurut Zainal (2012:39)
kriteria penyusunan perencanaan proses pembelajaran meliputi:
1.
Signifikansi
Signifikansi dapat diartikan kebermaknaan. Artinya perencanaan pembelajaran hendaknya
bermakna dan
berfungsi sebagai pedoman agar proses pembelajaran
berjalan secara efektif dan efisien.
Dalam pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun sebelumnya.
2.
Relevan
Secara behasa, relevan berarti sesuai, dalam arti bahwa
perencanaan pembelajaran yang disusun harus sesuai secara internal maupun
eksternal.
Secara internal artinya harus sesuai dengan kurikulum
yang berlaku. Hal itu dapat dimaklumi
karena kurikulum adalah sumber utama pengembangan perencanaan
pembelajaran. Dalam kurikulum telah
ditentukan kompetensi dan tujuan yang harus dicapai, materi pelajaran yang akan
diberikan. Sedangkan kesesuaian secara
eksternal mengandung makna bahwa perencanaan pembelajaran harus sesuai dengan
kebutuhan peserta didik. Hal ini karena
penyusunan perencanaan pembelajaran pada hakekatnya adalah membantu peserta
didik untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Oleh karenanya, hal-hal seperti bakat, minat, kemampuan, dan perhatian
menjadi pertimbangan utama dalam menyusun perencanaan pembelajaran.
3.
Kepastian
Dalam mencapai tujuan pembelajaran, mungkin guru memiliki
banyak alternatif yang dapat digunakan.
Namun, dari sekian alternatif itu, pendidik harus menemukan mana dari
sekian alternatif itu yang akan dilaksanakan. Artinya, dengan menyusun
perencanaan pembelajaran, maka pendidik memiliki pedoman yang lebih ‘pasti’.
4.
Adaptabilitas
Adaptabilitas artinya bersifat lentur, tidak kaku. Meskipun seorang pendidik sebelumnya telah
menyusun perencanaan pembelajaran sedemikian rupa, namun pelaksanaannya tidak
boleh terlalu kaku, tetapi harus memerhatikan perkembangan situasi dan kondisi.
5.
Kesederhanaan
Secara ideal, perencanaan pembelajaran yang disusun oleh
pendidik bukan sesuatu yang turun dari langit dan sangat bersifat idealis. Tetapi, perencanaan pembelajaran disusun
berdasarkan data di lapangan dengan mempertimbangkan kondisi dan situasi
perkembangan peserta didik. Hal ini
dimaksudkan agar dapat diimplementasikan dengan mudah dan dapat berfungsi
sebagai pedoman untuk mendidik dalam
mengelola pembelajaran dan sekaligus berguna bagi peserta didik dalam belajar.
6.
Prediksi
Selain berdasarkan data, perencanaan pembelajaran dapat
disusun agar memiliki daya ramal (forcasting)
yang kuat.
Artinya perencanaan pembelajaran dapat memprediksi apa
yang akan terjadi nanti setelah berlangsungnya proses pembelajaran. Ramalan ke depan ini berdampak positif pada
masa yang akan datang. Dengan kata lain,
ada gambaran perbedaan antara sebelum dan sesudah peserta didik melakukan
kegiatan belajar. Dan dapat
mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi.
2.1.4.3 Model Desain Pembelajaran
Menurut Seels & Richey (Zainal,
2012:60) desain sistem pembelajaran atau disebut desain pembelajaran adalah suatu
prosedur yang terdiri dari langkah-langkah menganalisis, merancang,
mengembangakan, menerapkan dan menilai hasil belajar. Sedangkan Tweker,mengartikan
desain pembelajaran sebagai cara yang sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangkan
dan mengevaluasi seperangkat materi dan strategi pembelajaran yang diarahkan
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Berkaitan dengan komponen dan sistem pembelajaran, berikut disajikan
model desain pembelajaran yang dapat dijadikan acuan (Zainal,2013:64-71).
2.1.4.3.1 Desain Pembelajaran Model
4-D
Desain pembelajaran model ini dikembangkan
oleh S Thagarajan, Dorothy S.
Semmel, dan Melvyn I. Semmel. Model 4-D terdiri dari empat tahap utama
yaitu (1) Define (Pengembangan), (2) Design (Perancangan), (3) Develop (Pengembangan), (4) Disseminate (Penyebaran). Menurut Zainal (2012:69) pengembangan
mencakup analisis awal akhir mengeni
siswa, tugas akhir, konsep akhir dan spesifikasi tujuan. Perancangan mencakup penyusunan tes, pemilihan
media, pemilihan format pembelajaran dan perancangan awal. Pengembangan mencakup validasi ahli, uji
pengembangan, uji validasi, dan pengemasan.
Sedangkan penyebaran mencakup penyebaran dan pengadopsian. Desain pembelajaran 4-D terlihat pada bagan
berikut:
Secara garis besar
keempat tahapan utama desain
pembelajaran dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap
Pendefinisian (Define)
Tujuan tahap pertama ini adalah
menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran yang diawali dengan analisis
tujuan dari batasan materi yang dikembangkan perangkatnya. Tahap ini meliputi lima langkah pokok, yaitu
(1) Analisis ujung depan, (2) Analisis siswa, (3) Analisis tugas, (4) Analisis
konsep, dan (5) Perumusan tujuan pembelajaran.
2. Tahap Perencanaan
(Design)
Tujuan tahap ini adalah menyiapkan
prototipe perangkat pembelajaran. Tahap
ini terdiri dari empat langkah yaitu, (1) Penyusunan tes acuan patokan sebagai
langkah awal yang menghubungkan antara tahap define dan tahap design. Tes disusun berdasarkan hasil perumusan
tujuan pembelajaran khusus (komponen dasar dalam kurikulum KTSP). Tes ini merupakan suatu alat mengukur
terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa setelah kegiatan
pembelajaran, (2) Pemilihan media yang sesuai tujuan untuk menyampaikan tujuan
pembelajaran, (3) Pemilihan format. Di
dalam pemilihan format ini, misalnya, dapat dilakukan dengan mengkaji
format-format perangkat yang sudah ada dan yang dikembangkan di negara-negara
yang lebih maju.
3. Tahap
Pengembangan (Develop)
Tujuan tahap ini adalah untuk
menghasilkan perangkat pembelajaran yang sudah direvisi berdasarkan masukan
dari pakar. Tahap ini meliputi: (1)
validasi perangkat oleh para pakar diikuti dengan revisi, (2) simulasi yaitu
kegiatan mengoperasionalkan rencana pengajaran, dan (3) uji coba terbatas
dengan siswa yang sesungguhnya. Hasil
tahap (2) dan (3) digunakan sebagai dasar revisi. Langkah berikutnya adalah uji coba lebih
lanjut dengan siswa yang sesuai dengan kelas sesungguhnya.
4. Tahap Penyebaran (Disseminate)
Tahap ini merupakan tahap penggunaan
perangkat yang telah dikembangkan pada skala yang lebih luas, misalnya di kelas lain, di sekolah lain, oleh guru
yang lain. Tujuan lain adalah untuk
menguji efektifitas penggunaan perangkat di dalam kegiatan pembelajaran.
2.1.4.3.2 Desain Pembelajaran Model
PPSI
Model yang lain adalah model PPSI (Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional). Secara
garis besar, model PPSI mengikuti pola dan siklus pengembangan yang mencakup:
a) perumusan tujuan, b) pengembangan alat evaluasi, c) kegiatan belajar, d)
pengembangan program kegiatan, e) pelaksanaan pengembangan. Perumusan tujuan menjadi dasar bagi penentuan
alat evaluasi pembelajaran dan rumusan kegiatan belajar. Rumusan kegiatan belajar lebih lanjut menjadi
dasar pengembangan program kegiatan, yang selanjutnya adalah pelaksanaan
pengembangan. Hasil pelaksanaan tentunya
dievaluasi, dan selanjutnya hasil evaluasi digunakan untuk merevisi
pengembangan program kegiatan, rumusan kegiatan belajar, dan alat evaluasi.
Secara skematis desain pembelajaran model
PPSI dapat dilihat pada bagan berikut:
I Perumusan Tujuan
1. Bersifat operasional
2. Berbentuk hasil belajar
3. Berbentuk tingkah laku
4. Hanya ada satu tingkah laku
|
II
Kegiatan Belajar
1. Merumuskan semua kemungkinan kegiatan
belajar untuk mencapai tujuan
2. Menetapkan kegiatan yang perlu atau tidak
perlu ditempuh
|
III
Pengembangan Alat Evaluasi
1. Menentukan jenis tes yang akan digunakan
menilai ketercapaian tujuan
2. Menyusun item soal untuk menilai
setiap tujuan
|
IV
Pengembangan Program
Kegiatan
1. Merumuskan materi pelajaran
2. Menetapkan metode yang digunakan
3. Memilih alat dan sumber belajar yang
pakai
4. Menyusun jadual
|
V
Pelaksanaan
1. Pengadaan pretes
2. Menyampaikan materi pelajaran
3. Mengadakan pretes
4. Perbaikan
|
--
2.1.4.3.3 Desain
Pembelajaran Model Kemp
Aspek-aspek pembelajaran yang perlu
dipikirkan dan dirancang menurut Kemp meliputi:
a.
Tujuan umum dan topik umum atau pokok bahasan (general purpose, goals and topics).
b.
Karakteristik peserta didik (learner characteristic).
c.
Tujuan spesifik pembelajaran (learning objectives).
d.
Isi pelajaran (subject
contens).
e.
Penilaian awal /
prestes (pre assesment).
f.
Bentuk kegiatan pembelajaran dan sumber belajar (learning activities and resources).
g.
Sarana pendukung (support
service).
h.
Evaluasi (evaluation).
i.
Revisi.
Adapun
langkah-langkah menyusun sistem pembelajaran model Kemp secara skematis dapat
dilihat pada bagan berikut:
........
Menurut Jarold Kemp, proses desain pembelajaran merupakan suatu lingkaran
kontinum. Tiap-tiap lengkah pengembangan
berhubungan langsung dengan aktifitas revisi.
Pengembangan perangkat ini dimulai dari titik manapun sesuai di dalam
siklus tersebut. Pengembangan perangkat
model Kemp memberi kesempatan kepada para pengembang untuk dapat memulai dari
komponen manapun.
2.1.4.3.4 Desain
Pembelajaran Model Dick & Carey
Dick &
Carey menawarkan suatu model pengembangan yang mirip dengan model Kemp, tetapi
ditambah dengan komponen melaksanakan analisis pembelajaran, dan terdapat
beberapa komponen yang dilewati di dalam proses pengembangan dan perencanaan
tersebut. Komponen-komponen dan urutan
perencanaan dan pengembangan tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Identifikasi Tujuan (
Identifying Instuctional Goals).
Tahap awal model Dick & Carey ini adalah menentukan
apa yang diinginkan untuk dapat dilakukan peserta didik setelah proses
pembelajaran berlangsung. Rumusan tujuan
pembelajaran mungkin mengacu pada kurikulum tertentu atau dari daftar tujuan
sebagai hasil neet aseisment, atau
dari pengalaman praktik dengan kesulitan belajar peserta didik di dalam kelas.
b.
Melakukan analisi Instruksional (Conducting Instructional Analysis).
Setelah tahap mengidentifikasi tujuan pembelajaran, maka
Akan ditentukan apa tipe belajar yang dibutuhkan peserta didik. Tujuan yang telah dianalisis berfungsi untuk
mengidentifikasi keterampilan yang lebih khusus lagi yang harus dipelajari. Analisis ini akan menghasilkan cara atau diagram
tentang keterampilan-keterampilan / konsep dan menunjukkan keterkaitan antara
keterampilan konsep tersebut.
c.
Mengidentifikasi Tingkah Laku Awal / Karakteristik Siswa (Identifying Entry Behaviors,
Characteristic).
Ketika analisis terhadap keterampilan-keterampilan
berlangsung yang perlu dilatihkan dan
tahapan prosedur yang perlu dilewati, juga harus dipertimbangkan keterampilan
apa yang telah dimiliki peserta didik saat mulai mengikuti pembelajaran. Yang penting juga untuk diidentifikasi adalah
karakteristi peserta didik yang mungkin ada hubungannya dengan rancangan
aktifitas-aktifitas pengajaran.
d.
Merumuskan Tujuan Kinerja (Writing Performance Objectives).
Berdasarkan analisis instruksional dan pernyataan tentang
tingkah laku awal peserta didi, akan dirumuskan pernyataan khusus tentang apa
yang harus dilakukan peserta didik setelah menyelesaikan proses pembelajaran.
e.
Pengembangan Tes Acuan Patokan (Developing Criterian Referenced Test).
Pengembangan tes acuan patokan didasarkan pada tujuan yang
telah dirumuskan, pengembangan butir penilaian untuk mengukur kemampuan peserta
didik seperti yang diperkirakan dalam tujuan.
f.
Pengembangan Strategi Pembelajaran (Developing Instructional Strategy).
Informasi dari lima tahapan sebelumnya, maka selanjutnya
akan mengidentifikasi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan akhir. Strategi akan meliputi aktifitas
preinstruksional, penyampaian informasi, praktik dan balikan, testing, yang dilakukan lewat aktifitas.
g.
Pengembangan dan Memilih Pengajaran (Developing and Salecting Instructional).
Pada tahapan ini strategi pengajaran dikembangkan untuk
menghasilkan pengajaran yang meliputi petunjuk untuk peserta didik, bahan
pembelajaran, tes dan panduan guru.
h.
Merancang dan Melaksanakan Evaluasi Formatif (Designing and Conducting Formative
Evaluation).
Tahapan evaluasi yang dilakukan untuk mengumpulkan data
atau informasi yang akan digunakan untk mengidentifikasi bagaimana meningkatkan
pembelajaran.
i.
Menulis Perangkat Penilaian Akhir (Designing and Conducting Summative Evaluation).
Dengan berdasarkan hasil-hasil tahapan sebelumnya
kemudian menuliskan perangkat yang dibutuhkan.
Hasil perangkat sebelumnya divalidasi dan diujicobakan diimplemantasikan
di kelas.
j.
Revisi Pengajaran
(Revising Instructioan).
Pada tahapan ini mengulangi siklus pengembangan perangkat
pembelajaran. Data dari kegiatan
evaluasi sumatif yang telah dilakukan pada tahapan sebelumnya diringkas dan
dianalisis serta diinterpretasikan untuk diidentifikasi kesulitan yang dialami
peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Begitu pula masukan dari hasil implementasi
dari pakar/hasil validasi.
Model / desain
pembelajaran menurut Dick & Carey dapat
digambarkan seperti yang terlihat pada diagram berikut:
Dari keempat model desain pembelajaran
diatas, dua model terakhir lebih luas dibandingkan dua model sebelumnya. Dua model desain pembelajaran terakhir bukan
hanya berorientasi pada rancangan
perangkat pembelajaran yang digunakan di kelas,
namun merupakan rancangan sistem secara lebih utuh. Sedangkan dua desain model pembelajaran
sebelumnya lebih berorientasi pada
rancangan perangkat pembelajaran di kelas dan kurang mengakomodasi unsur-unsur
sistem di luar proses pembelajaran di
kelas.
2.1.4.4 Pengertian
dan Komponen Silabus
Pada prinsipnya pelaksanaan proses
pembelajaran merupakan operasionalisasi/implentasi dari perencanaan prioses
pembelajaran yang telah di desain oleh guru yang bersangkutan. Perencanaan yang telah di desain tentunya
berdasarkan kriteria-kriteria sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian
sebelumnya. Perencanaan proses
pembelajaran ini mencakup dua hal yaitu: silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP).
Secara etimologis
silabus berarti ‘label” atau daftar isi (table
of contens). Menurut Zainal
(2012:123) The American Heritage
Dictionery mengartikan silabus silabus sebagai outline of a course of study ( garis-garis besar program
pembelajaran). Dalam konteks Kurikulum
Berdasis Kompetensi (KBK), silabus diartikan sebagai rencana pembelajaran pada
suatu dan/ atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang encakup
standar kompetensi,kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian,
alokasi waktu dan sumber belajar. Penyusunan
silabus mempertimbangkan unsur-unsur: 1) ilmiah, 2) relevan, 3) sistematis, 4)
konsisten, 5) memadai, 6) aktual dan kontekstual, 7) fleksibel, 8) menyeluruh.
Silabus pembelajaran merupakan bagian yang
tidak dapat terpisahkan dalam standar proses.
Hal ini dijelaskan pada Peraturan pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, pasal 1, ayat (5), yaitu:”standar isi adalah ruang
lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang
kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan
silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didikpada jenjang dan
jenis pendidikan tertentu”. Silabus merupan
salah satu komponen kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP). Menurut Ella
(2007:146) silabus pada dasarnya merupakan rencana yang mengatur kegiatan
pembelajaran, pengelolaan kelas, dan penilaian hasil belajar di kelas untuk
mencapai suatu kompetensi. Menurutnya
silabus menggambarkan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik
untuk mencapai suatu kompetensi. Silabus
harus dapat menjawab pertanyaan sebagai berikut: kompetensi apa yang akan
dikembangkan peserta didik, bagaimana cara mengembangkan, dan bagaimana cara
mengetahui bahwa kompetensi tersebut sudak dicapai peserta didik.
Secara sederhana istilah silabus dapat
dimaknai sebagai garis besar, ringkasan, ilhtisar, atau pokok-pokok isi atau
materi pembelajaran, Salim dalam Heri Gunawan (2012:278).
Sedangkan di
Indonesia silabus merupakan pengaturan dan penjabaran seluruh kompetensi dasar
suatu mata pelajaran dalam standar isi sehingga relevan dengan konteks
sekolahnya dan siap digunakan sebagai panduan pembelajaran setiap mata
pelajaran, Jingga (2013:9). Selanjutnya Jingga menyatakan bahwa silabus
pembelajaran memuat sekurang-kurangnya komponen-komponen sebagai berikut:
1.
Identitas Silabus Pembelajaran
2.
Standar Kompetensi
3.
Kompetensi dasar
4.
Materi Pembelajaran
5.
Kegiatan Pembelajaran
6.
Indikator Pencapaian Kompetensi
7.
Penilaian
8.
Alokasi Waktu
9.
Sumber Belajar
Berhubungan
dengan komponen-komponen silabus Heri (2012:280-281) menyatakan komponen pokok
dari silabus yang lazim digunakan adalah:
1.
Komponen yang berkaitan dengan kompetensi yang hendak
dikuasai, meliputi:
a. Standar
Kompetensi
b. Kompetensi
dasar
c. Indikator
d. Materi
Pembelajaran
2.
Komponen yang berkaitan dengan cara menguasai kompetensi,
memuat pokok-pokok kegiatan dalam pembelajaran
3.
Komponen yang berkaitan dengan cara mengetahui pencapaian
kompetensi, mencakup
a. Teknik
Penilaian:
E Jenis Penilaian
E Bentuk Penilaian
b.
Instrumen Penilaian
4.
Komponen Pendukung, terdiri dari:
a.
Alokasi waktu
b.
Sumber belajar
Menurut Abdul Majid, dalam Geri (2012:281) menyatakan bahwa pada umumnya silabus
pembelajaran paling sedikiit harus mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
a.
Tujuan mata pelajaran yang akan diajarkan;
b.
Sasaran-sasaran mata pelajaran;
c.
Keterampilan yang diperlukan agar dapat menguasai mata
pelajaran tersebut dengan baik;
d.
Urutan topik-topik yang diajarkan;
e.
Aktifitas dan sumber-sumber belajar pendukung keberhasilan pengajaran;
f.
Teknik evaluasi yang digunakan.
Berkenaan dengan komponen silabus lebih
rinci dikemukakan oleh Nurhadi, dalam Heri (2012:281) bahwa silabus berisi
uraian program yang mencantumkan. (1) bidang studi yang diajarkan; (2) tingkat
sekolah/madrasah semester; (3) pengelompokan kompetensi dasar; (4) materi pokok
yang akan diajarkan; (5) indikator; (6) strategi pembelajaran; (7) alokasi
waktu; dan (8) bahan dan media pembelajaran.
Selanjutnya menurut lampiran Permendiknas
Nomor 41 tahun 2007 tangal 23 Nopember 2007dinyatakan bahwa silabus sebagai
acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, SK,
KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indkator pencapaian kompetensi,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
Selanjutnya silabus dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan
Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta panduan penyusunan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Dalam pelaksanaannya, pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para
guru secara mandisi, atau kelompok dalam sebuah sekolah/madrasah atau beberapa
sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau Pusat Kegiatan
Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan.
Pengembangan silabus disusun di bawah supervisi dinas kabupaten/kota
yang bertanggung jawa di bidang pendidikan untuk SD dan SMP, dan dinas provinsi
yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SMA dan SMK, serta departemen
yang meangani urusan pemerintahan di bidang agama untukMI, MTs, MA, dan MAK.
2.1.4.5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan
komponenya
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah
rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk
mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan
dalam silabus, Jingga (2013:29).
Sedangkan menurut Mulyasa dalam Heri (2012:126)
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) merupakan rencana jangka pendek untuk
memperkirakan atau memproyeksikan apa yang akan dilakukan dalam proses
pembelajaran. Rencana pelaksanaan pembelajaran menggambarkan prosedur dan
manajeman proses pembelajaran yang telah ditetapkan dan mencapai kompetensi
dasar yang telah ditetapkan dalam silabus.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19
tahun 2005 pasal 20 dinyatakan bahwa: “ Perencanaan proses pembelajaran
meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat
sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber
belajar, dan penilaian hasil belajar“. Sedangkan dalam Permendiknas Nomor 41 tahun
2007 tentang standar proses untuk pendidikan dasar dan menengah dijelaskan
bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran dijabarkan dari silabus untuk
mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai kompetensi
dasar. Setiap guru pada satuan
pendidikan berkewajiban menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran secara
lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup pagi prakarsa,
kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan fisik serta
psikologis peserta didik.
Selanjutnya menurut lampiran Permendiknas
Nomor 41 tahun 2007, komponen rencana pelaksanaan pembelajaran adalah:
1. Identitas mata
pelajaran
Identitas mata
pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program/program
keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah pertemuan.
2. Standar
kompetensi
Stnadar
kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang
menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai
pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.
3. Kompetensi dasar
Kompetensi dasar
adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata
pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam satu
pelajaran.
4. Indikator
pencapaian kompetensi
Indikator
kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk
menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian
mata pelajaran. Indikator pencapaian
kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat
diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
5. Tujuan
pembelajaran
Tujuan
pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai
oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
6. Materi ajar
Materi ajar
memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam
bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.
7. Alokasi waktu
Alokasi waktu
ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar.
8. Metode
pembelajaran
Metode
pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat
indikator yang telah ditetapkan.
Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi
peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang
hendak dicapai pada setiap mata pelajaran.
Pendekatan pembelajaran tematik digunakan untuk peserta didik kelas 1
sampai kelas 3 SD/MI.
9. Kegiatan
pembelajaran
a. Pendahuluan
Pendahuluan
merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk
membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
b. Inti
Kegiatan inti
merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara
interaktif, inisiatuf, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberi ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik. Kegiatan
ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi,
dan konfirmasi.
c. Penutup
Penutup merupakan
kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktifitas pembelajaran yang dapat
dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan
balik, dan tindak lanjut.
10. Penilaian hasil
belajar
Prosedur dan
instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator
pencapaian kompetensi dan mangacu kepada Standar Penilaian.
11. Sumber belajar
Penentuan sumber
belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi
ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.
Sehubungan dengan rencana pelaksanaan
pembelajaran Mulyasa, dalam Heri (2012:298) menyebutkan terdapat dua fungsi
utama rencana pelaksanaan pembelajaran, yaitu: fungsi perencanaan dan fungsi
pelaksanaan. Fungsi perencanaan
maksudnya bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran hendaknya dapat mendorong guru
lebih siap melakukan proses pembelajaran dengan perencanaan yang matang. Sehubungan dengan tugas guru dalam
mempersiapkan rencana pembelajaran menyatakan “dosa” hukumnya bagi guru yang
akan mengajar ttidak melakukan persiapan terlebih dahulu, karena hal tersebut
hanya akan merusak mental dan moral peserta didik, dan tidak mustahil akan
menurunkan wibawa guru di hadapan peserta didik. Adapun yang dimaksud dengan fungsi
pelaksanaan, bahwa rencana pelaksanaan akan berfungsi untuk mengefektifkan
proses pembelajaran sesuai dengan apa yang direncanakan. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran harus
terorganisir dengan baik, melalui serangkaian kegiatan tertentu, dengan
strategi efektif dan efisien.
2.2 Kerangka Pemikiran
Guru
profesional adalah guru yang mampu melaksanakan tugas sesuai dengan tuntutan
profesinya. Guru profesional adalah guru yang memiliki
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi profesi dan kompetensi pedagogik.
Proses pembelajaran di kelas merupakan implementasi dari perencanaan
proses pembelajaran yang terdiri dari
silabus dan
rencana pelaksanaan pembelajaran yang disusun oleh guru. Silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran
dapat disusun baik secara mandiri oleh guru yang bersangkutan maupun secara
berkelompok guru mata pelajaran sejenis melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP) dengan berpedoman pada standar proses. Pemerintah telah membuat pedoman
perencanaan proses pembelajaran yang disebut standar proses sebagaimana yang
tertuang dalam kebijakan Menteri Pendidikan Nasional. Kebijakan tersebut dalam bentuk Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun
2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar proses tersebut merupakan
amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. Standar proses tersebut mencakup perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan
pengawasan proses pembelajaran.
Standar proses tersebut sebagai dasar dan pedoman bagi para
guru dalam menyusun rencana proses
pembelajaran. Dengan perencanaan proses pembelajaran yang berpedoman
pada standar proses tersebuh diharapkan pelaksanaan proses pembelajaran dapat
terselenggaran secara efektif dan afisien.
Dengan kata lain jika
rencana proses pembelajaran
telah dipersiapkan oleh guru dengan
baik, maka diharapkan pelaksanaan proses pembelajaran akan berlangsung secara aktif,
inovatif, interaktif, inspiratif, kreatif, efektif, menyenangkan, menantang,
berbobot, dan memotivasi peserta didik,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik. Sebaliknya pelaksanaan proses pembelajaran
sebagaimana yang digambarkan diatas tidak akan terwujud, jika rencana proses pembelajaran yang disusun
oleh seorang guru tidak sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tersebut.
Data hasil penelitian yang diperoleh kemudian dianalisis
dengan analisis secara deskriptif kualitatif untuk menggambarkan situasi
atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di SMP Negeri 43 Palembang.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
3.1 Desain penelitian
Temuan tentang adanya perbedaan
kelengkapan komponen dalam perencanaan proses pembelajaran yang mencakup silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran yang disusun oleh guru SMP Negeri 43 Palembang menarik
untuk diteliti. Penelitian ini berguna untuk mengetahui faktor-faktor apa
saja yang menyebabkan terjadinya perbedaan kelengkapan komponen yang terdapat
dalam silabus
dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang disusun oleh guru SMP Negeri 43
Palembang. Penelitian yang berjudul Implementasi
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah terhadap Penyusunan Perencanaan proses Pembelajaran yang dilaksanakan di SMP
Negeri 43 Palembang ini dipandang
sangat penting karena proses perencanaan proses pembelajaran
merupakan titik awal yang akan menentukan tingkat keberhasilan dalam proses
pembelajaran.
Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini akan meneliti bagaimana
implementasi Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi
atau menjadi penyebab
terjadinya perbedaan kelengkapan komponen perencanaan pembelajaran yang tertuang dalam bentuk silabus dan rencanan
pelaksanaan pembelajaran yang disusun oleh guru SMP Negeri 43 Palembang.
3.2 Fokus Penelitian
Menurut Aqib (2007:12) penelitian merupakan kegiatan
mencermati suatu obyek, dengan menggunakan aturan metodologi tertentu untuk
memperoleh data atau informasi yang bermanfaat untuk meningkatkan mutu dari
suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.
Kegiatan
penelitian
ini akan
menggali berbagai data, atau
informasi yang terdapat
di SMP Negeri 43 Palembang yang berhubungan dengan implementasi Permendiknas Nomor
41 tahun 2007 tentang standar proses terhadap rencana proses pembelajaran yang terdiri
dari silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran.
3.3 Sumber Data
Sumber data penelitian kualitatif deskriptif ini diperoleh dari data primer berdasarkan instrumen berbentuk angket, dan dokumen perencanaan proses
pembelajaran yang terdiri dari silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang disusun
oleh guru SMP Negeri 43 Palembang.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian ini
diperoleh dengan menggunakan instrumen angket. Pengumpulan data melalui angket adalah instrumen
yang berupa
daftar yang berisi pertanyaan atau pernyataan yang disampaikan kepada
responden untuk dijawab secara tertulis, dan studi dokumen.
Menurut Moleong (1999:161) dokumen adalah setiap bahan yang tertulis
atau film yang dipersiapkan untuk penelitian, pengujian suatu peristiwa atau
record maupun yang tidak dipersiapkan untuk itu. Dokumen yang dimaksud dalam penelitian ini
berupa dokumen rencana proses pembelajaran yang terdiri dari silabus dan
rencana pelaksanaan pembelajaran.
3.5 Lokasi Penelitian
Penelitian tentang Implementasi Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun
2007 tentang Standar Proses untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dilakukan di SMP Negeri 43 Palembang yang berlokasi
di Jalan SM. Mansyur-Gelora, kelurahan 32 Ilir Kota Palembang.
3.6 Teknik Penentuan
Informan
Guru SMP Negeri 43 Palembang berjumlah enam puluh satu (61) orang. Dari jumlah enam puluh satu (61) orang tersebut diambil sebanyak 50% atau sebanyak dua puluh enam (26) orang guru
sebagai informan atau sampel. Teknik penentuan informan menggunakan teknik simple
random sampling dengan cara lotre ini dilakukan agar seluruh populasi penelitian (guru) yang berjumlah 61 orang
tersebut memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel dalam penelitian ini.
3.7 Teknik Analisa Data
Data
atau
informasi yang
diperoleh dari kegiatan penelitian
ini kemudian akan diananlisis secara kualitatif deskriptif.
Penelitian deskriptif ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan data
penelitian sesuai dengan variabel-variabel yang akan diteliti, tanpa melakukan
pengujian hubungan antara variabel melalui pengujian hipotesis, karena dalam penelitian
ini penulis tidak membuat hipotesis.
Hasil analisis data kemudian akan diterjemahkan, dan diuraikan secara
kualitatif sehingga diperoleh gambaran mengenai situasi-situasi atau
peristiwa-peristiwa yang terjadi di SMP Negeri 43 Palembang.
3.8 Jadual Penelitian
Jadual penelitian di SMP Negeri 43
Palembang ini
disusun dalam bentuk tabel tentang jenis kegiatan dan perkiraan waktu. Pelaksanaan kegiatan dirancang perMingguan.
No
|
Kegiatan
|
Minggu ke
|
|||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
||
1
|
Penyusunan
proposal
|
√
|
|||||||||||
2
|
Penyusunan
instrumen
|
√
|
|||||||||||
3
|
Validasi instrument
|
√
|
|||||||||||
4
|
Penentuan
sampel atau informan
|
√
|
|||||||||||
5
|
Pengumpulan
data
|
√
|
√
|
||||||||||
6
|
Analisa data
|
√
|
|||||||||||
7
|
Penyusunan
rancangan laporan
|
√
|
√
|
||||||||||
8
|
Seminar
laporan
|
√
|
|||||||||||
9
|
Perbaikan
laporan
|
√
|
√
|
||||||||||
10
|
Penggandaan
laporan
|
√
|
Daftar pustaka
Agus, Purwanto Erwan. 2012. Implementasi
Kebijakan Publik Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gava
Media.
Arifin, Ahmad Zainal. 2012. Perencanaan
Pembelajaran dari Desain sampai Implementasi. Yogyakarta: Pedagogia.
Juliartha, Edwar. 2009. Model
Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Trio Rimba Persada.
Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan
Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta cv.
Jingga Gm. 2013. Panduan lengkap
menyusun Silabus dan rencana pelaksanaan Pembelajaran (konsep dan implementasi
disertai contoh). Yogjakarta: Araska.
Riyanto, Yatim. 2001. Metodologi
Penelitian Pendidikan. Surabaya: Penerbit SIC.
Saptawan, Ardian dan Juliartha, Edwar. 2011. Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis. Palembang: Penerbit
Unsri.
Syafaruddin. 2008. Efektifitas
kebijakan Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Yulaelawati, Ella. 2004. Kurikulum
dan Pembelajaran Filosofi Teori dan Aplikasi. Jakarta; Pakar Raya.
---------Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Fokus Media.
---------Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru
dan Dosen. Bandung: Pustaka Yustisia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar